Jakarta, Kaltimetam.id – Di era digital saat ini, kejahatan siber semakin berkembang pesat, termasuk modus penipuan yang menargetkan para nasabah perbankan. Salah satu modus terbaru yang terdeteksi adalah pengiriman tagihan pajak palsu melalui aplikasi perpesanan seperti WhatsApp. Modus ini melibatkan pelaku yang berpura-pura sebagai petugas pajak, mengirimkan tagihan yang tampak resmi kepada korban. Namun, file yang dilampirkan ternyata merupakan aplikasi berbahaya (APK) yang jika diinstal dapat mencuri data perbankan korban.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menanggapi fenomena ini dengan serius. Sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia dengan jutaan nasabah, BRI mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan meningkatkan kesadaran terhadap segala bentuk penipuan digital.
Modus social engineering ini tidak hanya memanfaatkan teknologi, tetapi juga psikologi, dengan membangun kepercayaan palsu kepada korban hingga akhirnya data-data penting, seperti informasi perbankan dan kode One-Time Password (OTP), bisa dicuri.
Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI, Arga M. Nugraha, menekankan pentingnya keamanan data nasabah sebagai bagian dari tanggung jawab perusahaan. Menurut Arga, pengamanan data perbankan harus dilakukan dengan pendekatan menyeluruh (end-to-end) yang meliputi penguatan jaringan, keamanan server, hingga pengawasan data center secara intensif. Namun, ia juga menyoroti pentingnya peran nasabah dalam menjaga keamanan data.
“Keamanan data yang pada akhirnya berujung pada keamanan dana nasabah menjadi fokus utama kami. Pengamanan yang kami lakukan sudah mencakup jaringan, server, dan pusat data. Namun, kunci utama dari keamanan ini ada pada kehati-hatian nasabah. Kami selalu mengingatkan agar nasabah tidak memberikan informasi pribadi seperti username, password, dan OTP kepada siapapun, termasuk kepada pihak yang mengaku sebagai BRI sekalipun,” bebernya.
Lebih lanjut, Arga juga menjelaskan bahwa BRI terus mengembangkan teknologi dan sistem keamanan perbankan untuk melindungi data serta dana nasabah dari ancaman cybercrime. Menurutnya, keamanan siber merupakan perjuangan yang berkelanjutan karena modus operandi penipu terus berkembang. “Kami berkomitmen untuk terus berinovasi agar sistem keamanan perbankan kami tetap kokoh dan dapat mengimbangi segala bentuk ancaman digital yang ada,” jelasnya.
Dalam menghadapi ancaman ini, BRI tidak hanya meningkatkan sistem keamanan internal, tetapi juga aktif memberikan edukasi kepada nasabah. BRI secara rutin mengingatkan nasabah untuk tidak mudah percaya pada pesan atau panggilan yang meminta informasi pribadi, terutama jika pesan tersebut mencurigakan atau mengatasnamakan pihak resmi.
BRI juga memberikan beberapa panduan yang bisa dilakukan nasabah untuk meningkatkan keamanan data mereka:
1. Jangan pernah membagikan informasi pribadi seperti username, password, atau OTP kepada siapapun, bahkan jika orang tersebut mengaku dari pihak BRI.
2. Waspadai pesan atau email mencurigakan yang mengatasnamakan BRI atau institusi resmi lainnya. BRI menyarankan agar nasabah langsung menghubungi call center resmi jika ragu terhadap keaslian pesan yang diterima.
3. Gunakan koneksi internet yang aman ketika mengakses layanan BRImo atau platform digital lainnya.
4. Aktifkan fitur keamanan tambahan yang tersedia pada aplikasi BRImo, seperti verifikasi dua faktor (2FA).
5. Lakukan pembaruan aplikasi secara berkala agar terhindar dari kerentanan keamanan yang sudah diperbaiki oleh pengembang.
6. Laporkan segera aktivitas mencurigakan melalui kanal resmi BRI.
“Selain edukasi, kami juga aktif melakukan sosialisasi baik melalui media sosial maupun media lain untuk meningkatkan awareness masyarakat terkait modus penipuan ini. Prinsip kehati-hatian adalah bagian penting dalam menjaga keamanan dana nasabah,” tambah Arga.
BRI mencatat bahwa modus penipuan digital semakin beragam, dan korban dari modus-modus ini bukan hanya kalangan tertentu. Mulai dari tagihan pajak palsu, undangan pernikahan digital, pemberitahuan penutupan rekening, pemberitahuan tagihan BPJS, hingga notifikasi paket dari kurir yang ternyata palsu—semua bentuk penipuan ini dirancang untuk menipu masyarakat tanpa pandang usia atau latar belakang.
Dalam kasus terbaru, pelaku kejahatan mengirimkan tagihan pajak yang tampak resmi kepada calon korban melalui WhatsApp. Banyak yang tertipu karena file tersebut tampak seperti dokumen biasa. Namun, ketika file berekstensi APK tersebut diunduh dan diinstal, pelaku dapat mengakses data pribadi korban, termasuk data login perbankan.
Menurut Arga, masyarakat perlu memahami bahwa modus penipuan ini semakin canggih dan kerap menargetkan siapa saja yang dinilai lengah. Oleh karena itu, selain mengandalkan teknologi dan keamanan dari pihak bank, kewaspadaan dan kehati-hatian pengguna sangat diperlukan.
“Kami tidak bisa menjaga keamanan ini sepenuhnya tanpa kesadaran dari pengguna. Ini adalah dinamika yang harus dijaga bersama,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id