Tak Ingin Rusak Citra Sekolah, Fathur Pilih Tak Gugat Meski Penonaktifan Dianggap Tak Sah

SMAN 10 Samarinda. (Foto: Istimewa)

Kaltim, Kaltimetam.id – Keputusan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur (Disdikbud Kaltim) menonaktifkan Fathur Rachim dari jabatannya sebagai Kepala Sekolah SMAN 10 Samarinda menuai pertanyaan dari berbagai kalangan. Langkah itu dinilai tidak hanya mengejutkan, tetapi juga menimbulkan kontroversi soal prosedur dan kewenangan yang dilalui.

Eks Kepala Sekolah SMAN 10 Samarinda, Fathur Rachim membenarkan bahwa dirinya telah dinonaktifkan oleh Disdikbud Kaltim. Ia juga mengonfirmasi bahwa tidak ada pemberitahuan atau surat resmi yang diberikan sebelumnya terkait pencopotan dari jabatannya.

“Tidak ada pemberitahuan apapun sebelumnya. Saya diberhentikan secara tiba-tiba. Bahkan, empat wakil kepala sekolah yang membantu saya juga langsung diganti oleh Plt Kepala Sekolah keesokan harinya,” kata Fathur.

Empat wakil kepala sekolah yang diganti meliputi Mushadi Iksan (Waka Humas), Sumirah (Waka Kurikulum), Khairul Basari (Waka Kesiswaan), dan Juliani (Waka Sarpras). Menurut Fathur, pergantian serentak ini dilakukan tanpa melalui proses komunikasi yang lazim, yang justru berpotensi mengganggu stabilitas internal sekolah.

Penonaktifan Fathur diduga berkaitan dengan isu pemindahan SMAN 10 dari lokasi saat ini ke kampus Yayasan Melati di Jalan H.A.M.M. Rifadin, Samarinda Seberang, sebagaimana termuat dalam putusan Mahkamah Agung (MA). Plt Kepala Disdikbud Kaltim, Armin, sebelumnya menyebut bahwa Fathur dinilai tidak kooperatif dalam menindaklanjuti putusan hukum tersebut.

Menanggapi itu, Fathur tidak secara langsung membantah, namun menyatakan bahwa penilaian tersebut merupakan hak dari pejabat yang bersangkutan. Meski begitu, ia menyayangkan cara penonaktifan yang dilakukan.

“Saya hanya merasa lucu saja. Saya dianggap tidak kooperatif terhadap putusan MA, tetapi yang menonaktifkan saya adalah seorang Pelaksana Tugas. Padahal saya diangkat dengan SK Gubernur. Banyak pengamat hukum dan tokoh masyarakat juga mempertanyakan legalitas langkah itu,” ujarnya.

Fathur mengaku telah mendapatkan banyak masukan agar membawa kasus ini ke jalur hukum. Beberapa kalangan bahkan menyarankan ia mengajukan keberatan karena tindakan tersebut dinilai melampaui kewenangan administratif. Namun, ia memilih tidak mengambil jalur tersebut demi menjaga nama baik sekolah.

“Saya tidak ingin memperpanjang masalah ini. Fokus saya adalah menjaga agar SMAN 10 tetap kondusif. Status Garuda Transformasi yang telah diperoleh sekolah ini adalah hasil perjuangan panjang. Saya tidak ingin nama baik itu tercoreng hanya karena konflik jabatan,” tuturnya.

Keputusan Fathur untuk tidak menggugat mencerminkan komitmennya terhadap pendidikan dan stabilitas lingkungan sekolah. Meski mengakui dirinya bukan ahli hukum, Fathur tetap berharap agar seluruh proses birokrasi dalam dunia pendidikan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, prosedur yang sah, dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

“Saya ingin semua pihak fokus pada anak-anak dan kemajuan sekolah. Kalau memang saya dianggap tidak tepat lagi menjabat, saya ikhlas. Tapi jangan sampai dunia pendidikan dikotori dengan praktik yang bertentangan dengan hukum dan etika publik,” tegasnya.

Kasus ini mendapat atensi publik karena menyangkut polemik panjang terkait putusan hukum tentang status lahan SMAN 10 Samarinda. Mahkamah Agung sebelumnya telah memutuskan bahwa lokasi sekolah tersebut harus dikembalikan kepada Yayasan Melati sebagai pihak yang sah atas tanah dan bangunan sekolah. Pemerintah Provinsi Kaltim pun diminta untuk mematuhi keputusan tersebut.

Namun dalam proses pemindahan, muncul berbagai dinamika dan resistensi di lapangan, termasuk dari pihak sekolah dan masyarakat yang selama ini melihat SMAN 10 sebagai aset pendidikan publik. Penonaktifan kepala sekolah dinilai sebagian pihak sebagai bagian dari upaya mempercepat pelaksanaan putusan MA, meski caranya menimbulkan kontroversi.

Di tengah polemik ini, Fathur Rachim memilih mundur dengan tenang dan fokus menjaga integritas pribadi serta marwah lembaga yang pernah ia pimpin.

“Biarlah publik yang menilai. Yang penting saya sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk sekolah ini,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id