Samarinda, Kaltimetam.id – Kasus dugaan kekerasan dan penelantaran terhadap anak kembali menjadi sorotan di Kota Samarinda. Seorang anak perempuan berinisial NJ yang baru berusia empat tahun ditemukan dalam kondisi sangat memprihatinkan di salah satu yayasan panti asuhan yang ada di kota ini. Temuan tersebut memicu keprihatinan publik, serta membuka kembali diskursus mengenai pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak di lembaga pengasuhan.
Peristiwa ini terungkap berkat kepedulian seorang warga bernama Reni Lestari. Meski tidak memiliki hubungan keluarga dengan NJ, Reni memutuskan untuk bertindak setelah melihat langsung kondisi anak tersebut saat mengunjungi panti pada 21 Maret 2025 lalu.
“Saya tidak kuat melihatnya. Rambutnya penuh kutu, tubuhnya dipenuhi koreng, ada luka terbuka di sisi tubuhnya, benjolan besar di kepala, dan perutnya membengkak. Saya langsung tahu, anak ini tidak mendapatkan perawatan yang layak,” ungkapnya.
Bukan sekadar prihatin, Reni segera melaporkan kondisi NJ ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kalimantan Timur. Kasus NJ pun dilimpahkan ke Dinas Sosial. Namun setelah beberapa waktu, Reni mengaku tak melihat perkembangan berarti, seolah kasus ini menggantung tanpa kejelasan tindak lanjut.
Karena menyadari bahwa hanya ibu kandung yang secara hukum bisa membawa NJ keluar dari panti, Reni mencoba mendekati orang tua kandung NJ. Niat baik dan kesungguhannya untuk merawat NJ akhirnya diterima, dan sang ibu menandatangani surat pemberian hak asuh sementara.
“Saya hanya ingin NJ hidup di tempat yang aman, dirawat, dan dipulihkan. Saya tidak tega membiarkan anak sekecil itu terus berada dalam kondisi seperti itu,” ujar Reni.
Sejak NJ tinggal bersamanya, Reni segera membawa bocah tersebut ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan medis. Hasil laboratorium menunjukkan NJ mengalami anemia berat. Kadar hemoglobin (HB)-nya hanya 7,8, jauh dari kadar normal anak seusianya yang seharusnya berkisar antara 11–16.
Lebih lanjut, NJ juga telah menjalani visum di rumah sakit pada 13 Mei 2025 sebagai bagian dari prosedur hukum atas dugaan kekerasan yang dialaminya. Namun hingga lebih dari sebulan setelahnya, hasil visum tersebut belum diterima oleh Reni maupun pihak penyidik dari kepolisian.
“Tanpa hasil visum, NJ belum bisa menjalani terapi trauma maupun penanganan medis lanjutan. Ini menghambat proses pemulihan. Kami sangat berharap rumah sakit bisa segera menyerahkan hasil tersebut,” tegas Reni.
Meski jalur hukum dan proses medis masih penuh hambatan, Reni tak menyerah. Di tengah semua keterbatasan, ia bertekad memberikan NJ kehidupan yang lebih baik. Saat ini, NJ perlahan mulai menunjukkan tanda-tanda membaik secara fisik, namun masih membutuhkan terapi lanjutan untuk pemulihan total.
“Dia sudah mulai bisa tersenyum, walau belum banyak bicara. Tapi itu sudah cukup bagi saya untuk terus berjuang,” ucap Reni.
Kini, Reni berharap kasus ini tidak berlalu begitu saja. Ia meminta pemerintah daerah, rumah sakit, dan aparat penegak hukum untuk mempercepat semua proses yang berkaitan dengan NJ.
“Kita harus ingat, NJ adalah anak bangsa. Dia punya hak untuk hidup sehat, bahagia, dan aman. Jangan biarkan luka ini terus terbuka,” tutupnya.
Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Sungai Pinang, Ipda Heri Triyanto, mengonfirmasi bahwa penyelidikan sedang berlangsung.
Pihak Kepolisian Sektor (Polsek) Sungai Pinang menyatakan bahwa mereka telah menerima laporan dari Reni terkait dugaan kekerasan terhadap NJ pada 20 Mei 2025 lalu.
“Kami sudah melakukan koordinasi dengan rumah sakit terkait hasil visum, tapi memang hingga saat ini hasilnya belum keluar. Mungkin hari Senin nanti kami akan tindak lanjuti lagi untuk melihat progresnya,” singkatnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id