Program Sekolah Garuda Tidak Jamin Pekerjaan, Stella Christie: Negara Memberi Peluang, Bukan Kenyamanan

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Prof. Stella Christie. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Kaltim, Kaltimetam.id – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Prof. Stella Christie, memberikan penegasan penting mengenai program Sekolah Garuda yang belakangan menjadi perhatian publik. Menjawab pertanyaan mengenai apakah Sekolah Garuda tersebut nantinya akan mendapatkan jaminan pekerjaan dari negara, Stella menyatakan secara tegas bahwa tidak ada bentuk jaminan seperti itu.

Menurutnya, Sekolah Garuda ini bukan bentuk jaminan kesejahteraan pasif, melainkan peluang untuk membentuk generasi muda yang mandiri dan berdaya saing global.

“Tidak. Kenapa? Karena kalianlah yang harus mencari dan berjuang. Negara memberikan peluang, dan dengan peluang itu dipergunakan sebaik mungkin,” tegasnya.

Ia menambahkan, pola pikir yang hanya mengandalkan jaminan justru berbahaya bagi masa depan bangsa. Negara memang menyediakan fasilitas dan akses, namun keberhasilan tetap bergantung pada semangat perjuangan dan kerja keras individu.

“Jangan kita menjadi jodoh yang nyaman, memikirkan sudah ada yang terjamin, sehingga tidak perlu berbuat lagi. Kita tidak akan menjadi bangsa yang maju kalau kita hanya berjuang seperti ini,” ujar Stella.

Lebih lanjut, mengenai Program Sekolah Garuda Transformasi, sebuah inisiatif strategis untuk memperkuat kualitas sekolah menengah atas dan madrasah aliyah di Indonesia yang dinilai memiliki potensi besar.

Program ini bertujuan mendampingi dan memperkuat sekolah-sekolah terpilih agar mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga siap bersaing di tingkat global, terutama dalam bidang sains dan teknologi.

“Pemilihan sekolah Garuda Transformasi ini dilakukan secara detail. Ada lebih dari 433 sekolah yang mendaftar. Kami melakukan pemilihan dengan sangat seksama,” ungkapnya.

Berbeda dengan seleksi prestasi konvensional, pendekatan yang digunakan dalam program ini menekankan kolaborasi dan kesiapan untuk berkembang. Stella menyebut bahwa pihaknya tidak mencari sekolah yang sudah “sempurna”, melainkan sekolah yang memiliki niat kuat untuk bertransformasi dan bekerja sama dengan pemerintah dalam membangun ekosistem pendidikan yang adaptif dan modern.

“Yang kami butuhkan adalah seperti laboratorium. Kami ingin belajar dari sekolah-sekolah yang sudah ada. Ini bukan penilaian sepihak. Kami melihat representasi aktif dari masing-masing daerah yang siap berkolaborasi,” jelasnya.

Melalui program ini, pemerintah akan melakukan pembinaan, pendampingan, serta pengembangan kapasitas guru dan manajemen sekolah untuk memastikan setiap institusi bisa mencapai standar global secara mandiri dan berkelanjutan.

Sebanyak 12 sekolah telah ditetapkan sebagai bagian dari Program Sekolah Garuda Transformasi tahun 2025. Berikut daftar lengkapnya:

1. SMAN 10 Fajar Harapan Banda Aceh – Aceh
2. ⁠SMA Unggul Del – Sumatera Utara
3. ⁠MAN Insan Cendekia OKI – Sumatera Selatan
4. ⁠SMAN Unggulan MH Thamrin – DKI Jakarta
5. ⁠SMA Cahaya Rancamaya – Jawa Barat
6. ⁠SMA Pradita Dirgantara – Jawa Tengah
7. ⁠SMA Taruna Nusantara – Jawa Tengah
8. ⁠SMAN Banua Kalsel – Kalimantan Selatan
9. ⁠SMAN 10 Samarinda – Kalimantan Timur
10. ⁠MAN Insan Cendekia Gorontalo – Gorontalo
11. ⁠SMAN Siwalima Ambon – Maluku
12. ⁠SMA Averos – Papua Barat Daya

pemerataan akses pendidikan berkualitas, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi juga telah merancang pembangunan empat sekolah Garuda baru yang akan mulai beroperasi pada tahun 2026. Lokasi pembangunan tersebut dipilih berdasarkan kajian data Human Capital Index dan tingkat urgensi kebutuhan pendidikan berkualitas di wilayah-wilayah tertinggal.

Empat lokasi tersebut antara lain yaitu Soe, Nusa Tenggara Timur, Nabire Papua Tengah, Belitung Kepulauan Bangka Belitung.

Menurut Stella, pembangunan ini mencerminkan tekad pemerintah untuk membawa kualitas pendidikan tinggi hingga ke wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), sebagai bentuk nyata dari keadilan pendidikan.

“Kami ingin memastikan bahwa kualitas pendidikan tidak hanya dinikmati oleh kota-kota besar, tapi juga oleh anak-anak dari wilayah yang paling membutuhkan,” katanya.

Terakhir, Prof. Stella Christie menutup penjelasannya dengan ajakan kepada seluruh siswa, guru, dan pemangku kepentingan pendidikan agar tidak melihat program ini sebagai fasilitas semata, melainkan sebagai panggilan untuk berinovasi dan bangkit.

“Program ini adalah batu loncatan. Negara hadir memberikan peluang, tapi masa depan kalian ada di tangan kalian sendiri. Jadikan kesempatan ini sebagai awal untuk menciptakan perubahan, bukan untuk merasa aman dan berhenti berusaha,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id