Samarinda, Kaltimetam.id – Polemik seputar keberadaan organisasi kemasyarakatan (Ormas) kembali mengemuka di Kota Samarinda. Hal ini mencuat usai terjadinya ketegangan antara Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur (LPDKAT) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial beberapa waktu terakhir.
Ketegangan itu dipicu oleh tindakan Satpol PP yang menertibkan sejumlah atribut Ormas yang dipasang di fasilitas umum tanpa izin. Langkah itu sempat mendapat respons keras dari anggota LPDKAT yang merasa tidak dihargai. Namun, situasi tersebut akhirnya berhasil diredam setelah dilakukan mediasi yang mempertemukan kedua belah pihak, difasilitasi langsung oleh Wali Kota Samarinda.
Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Adnan Faridhan, menyampaikan pandangannya. Ia menekankan bahwa keberadaan Ormas di Indonesia merupakan hal yang sah secara hukum dan telah memiliki payung hukum yang jelas, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
“Organisasi kemasyarakatan adalah bagian dari sistem demokrasi kita. Mereka punya hak untuk berkumpul, menyampaikan pendapat, dan berkontribusi dalam pembangunan sosial. Namun semua itu harus tetap dalam koridor hukum,” ujarnya.
antara aktivitas Ormas yang legal dengan tindakan yang bersifat premanisme atau anarkis. Ia menyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap Ormas tidak berarti membenarkan segala tindakan anggotanya, terlebih jika sudah merugikan masyarakat atau mengganggu ketertiban umum.
“Ormas itu bukan tempat berlindung untuk melakukan intimidasi atau kekerasan. Jika ada yang melanggar hukum, maka hukum tetap harus ditegakkan. Tidak boleh ada pengecualian,” tegasnya.
Menurut Adnan, kejadian antara LPDKAT dan Satpol PP dapat menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Ia mengapresiasi langkah cepat dan tepat yang diambil oleh pemerintah kota dalam menyelesaikan insiden tersebut secara damai dan kepala dingin.
“Pemerintah kota bergerak cepat, dan itu patut diapresiasi. Kesalahpahaman yang terjadi bisa langsung diklarifikasi di Kantor Wali Kota. Semua pihak hadir dan saling menjelaskan duduk persoalannya. Ini contoh bagaimana konflik sosial seharusnya diselesaikan,” jelasnya.
Lebih jauh, ia juga mengingatkan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk mencabut izin organisasi yang terbukti melakukan pelanggaran hukum, termasuk tindakan kekerasan, ancaman, atau bentuk lain dari premanisme.
“Kalau ada Ormas yang terlibat aksi anarkis atau intimidasi, itu sudah masuk ranah pidana. Tidak cukup hanya ditegur, harus ditindak sesuai aturan. Dan jika perlu, izinnya dicabut,” imbuhnya.
Adnan berharap masyarakat dapat lebih bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, terutama di media sosial. Ia menyebut bahwa tidak semua informasi yang tersebar mencerminkan fakta yang sebenarnya.
“Kadang kita terlalu cepat menyimpulkan hanya berdasarkan potongan video atau unggahan di media sosial. Padahal, situasi di lapangan bisa jauh lebih kompleks. Maka dari itu, penting untuk mencari informasi dari sumber resmi dan tidak mudah terprovokasi,” tutupnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id