Gubernur Minta Pemerintah Pusat Tidak Membebankan Pajak ke Masyarakat

emisi karbon
Gubernur Kaltim Isran Noor.

Jakarta, Kaltimetam.id Pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) sedikit banyak mengundang kontroversi. Khususnya bagi pemerintah daerah yang banyak merasa dirugikan karena berdampak pada berkurangnya penerimaan rata-rata pendapatan asli daerah, terutama yang berkaitan dengan retribusi dan pajak daerah.

Hal itu disampaikan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, selaku Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) saat menjadi narasumber pada Rapat Dengar Pendapat Umum tentang Perspektif Penerimaan Pajak Daerah Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), khususnya untuk meninjau aspek ekomomi terkait pendapatan asli daerah yang digelar Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI di Ruang Rapat Sriwijaya Gedung B DPD RI, Rabu (29/3/2023).

“UU HKPD ini sudah diundangkan dan mau apalagi. Dengan adanya UU HKPD ini memang ada penurunan dari penerimaan rata-rata umum di provinsi-provinsi, tapi di kabupaten/kota pada umumnya mengalami kenaikan meskipun memang tidak berdampak signifikan. Namun yang pasti, Kaltim itu sami’na wa atho’na, kami mendengar dan kami taat,” ucap Isran Noor di hadapan unsur pimpinan dan anggota BULD DPD RI, serta narasumber lainnya dari unsur Apeksi dan Apkasi.

Baca berita terkait lainnya: Pembangunan Benua Etam Masih Banyak PR

Jangan Sampai Pajak Membebankan Masyarakat

Isran menerangkan, semua regulasi bukan hal yang dianggap menyakitkan, tetapi juga memiliki hikmah. Karena, selama ini yang diurusi pemerintah pusat hanya Pulau Jawa.

Bahkan, ucap Gubernur, sekitar 56 persen pembangunan infrastruktur dilakukan di sana. Sedangkan sisanya 44 persen dibagi untuk wilayah di luar Pulau Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

“Sudah benar itu ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur, agar terjadi pemerataan pembangunan, khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Jadi tidak lagi Jawa sentris, melainkan Indonesia sentris. Karena Kaltim letaknya berada di tengah-tengah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” sebut Gubernur Isran.

Menyiasati menurunnya pendapatan asli daerah sebagai dampak pemberlakuan UU HKPD, Isran mengungkap berbagai upaya dilakukan. Namun, tidak semua kebijakan seperti yang dilakukan di Benua Etam dapat diterpakan di provinsi lainnya, atau kabupaten/kota di Tanah Air.

Salah satu contoh, sebut dia, adalah kebijakan relaksasi pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) di Kaltim selama masa pandemi Covid-19. Dengan memberikan diskon atau potongan hingga bebas denda keterlambatan yang memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan pajak daerah.

“Selama 2-3 tahun penerimaan pendapatan asli daerah meningkat karena adanya relaksasi yang dilakukan Pemprov Kaltim melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim. Makanya tadi kita mengenakan pajak penjualan motor itu jangan sampai melebihi 1 persen, maksimal 0,9 persen. Karena jika lebih dari itu maka akan jadi beban. Jangan sampai kita membebani masyarakat. Sehingga masyarakat juga taat membayar pajak,” terang Isran.

Baca berita terkait lainnya: Penerimaan Pajak Kaltim 2023 Dipatok Tembus Rp7 Triliun

Minta Peraturan Turunan Segera Diterbitkan

Selain itu, terkait UU 1/2022 tentang HKPD menurut Isran, mengatur dua substansi besar yaitu pertama tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Kedua mengatur tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pembahasan di sini dibatasi hanya terkait pajak daerah secara khusus, terutama pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

“Karena dengan pemberlakuan UU HKPD penerimaan dua komponen tersebut sangat berpengaruh. Bahkan berdampak pada penurunan pendapatan asli daerah atau PAD. Untuk menghadapi situasi tersebut saat ini pemprov seluruh Indonesia telah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah daerah (raperda) tentang pajak daerah dan tetribusi daerah, namun masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU HKPD,” jelasnya.

“Untuk itu kami meminta bantuan kepada bapak ibu senator di sini, untuk mendorong percepatan terbitnya PP tersebut. Agar raperda bisa disahkan dan diberlakukan di daerah,” sambung dia.

Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow mengungkapkan tujuan dari RDPU ini adalah untuk memperoleh masukan komprehensif terkait dengan perspektif penerimaan pajak daerah, pendapat, pandangan, masukan dan usulan dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota terkait UU HKPD.

Khususnya pajak daerah dan retribusi daerah menjadi bahan secara substansi yang akan ditindaklanjuti dengan melakukan pembahasan pada rapat dengar pendapat (RDP) yang sudah diagendakan pada 5 April 2023 mendatang bersama Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, dan Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Kita akan mendorong segera diterbitkannya PP turunan dari UU HKPD ini. Dari catatan kami setidaknya ada 22 peraturan menteri dari berbagai sektor terkait tata cara pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Kita harapkan ini mampu mendorong percepatan pembentukan peraturan daerah terkait pajak daerah sesuai dengan UU HKPD,” jelas Stefanus. (RTA)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Baca berita terkait lainnya: Isran Noor Siap Diperiksa BPK

Exit mobile version