Samarinda, Kaltimetam.id – Kasus kekerasan terhadap anak kembali mengguncang kota Samarinda, Kalimantan Timur. Seorang siswi sekolah dasar (SD) kelas 6 menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok siswi sekolah menengah pertama (SMP). Peristiwa memilukan ini terjadi di kawasan Polder Perumahan Haji Saleh, Kelurahan Tani Aman, Kecamatan Loa Janan Ilir. Korban menderita luka fisik dan trauma psikologis.
Kasus ini langsung memicu perhatian publik setelah video aksi kekerasan tersebut tersebar luas di media sosial. Dalam rekaman yang beredar, terlihat jelas korban dikeroyok secara brutal oleh sejumlah siswi seusia pelaku. Pihak kepolisian pun kini bergerak cepat menangani kasus yang telah menimbulkan kemarahan masyarakat tersebut.
Pada Selasa (6/5/2025), pihak kepolisian dari Polsek Samarinda Seberang melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap korban. Pemeriksaan tidak dilakukan di kantor polisi, melainkan di rumah sakit karena kondisi korban yang masih lemah, baik secara fisik maupun psikis.
“Rencananya hari ini dilakukan pemeriksaan terhadap korban di rumah sakit. Polisi sedang menyiapkan semua dokumen untuk proses penyidikan,” ujar Kuasa Hukum korban, Dyah Lestari, yang juga mewakili Biro Hukum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur.
Menurut Dyah, kondisi korban setelah kejadian sangat memprihatinkan. Ia masih mengalami trauma mendalam, sering gemetaran, berkeringat dingin, dan ketakutan saat bertemu orang lain. Korban juga belum mampu berbicara banyak, terutama jika ditanya mengenai kejadian pengeroyokan tersebut.
“Kondisinya masih sangat terguncang. Selain luka fisik, dia juga mengalami trauma psikis berat. Karena itu, pendampingan dari TRC PPA Kaltim sangat dibutuhkan selama proses pemulihan,” jelasnya.
Dalam perkembangan kasus ini, keluarga dari salah satu pelaku sempat mendatangi rumah korban untuk meminta maaf dan mengupayakan perdamaian. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh keluarga korban yang memilih untuk tetap melanjutkan kasus ke jalur hukum.
“Ini bukan sekadar kasus biasa. Korban masih anak-anak dan mengalami luka fisik serta trauma berat. Kami ingin keadilan ditegakkan. Tidak bisa hanya diselesaikan secara kekeluargaan,” tegas Dyah.
Menurutnya, dalam kasus kekerasan terhadap anak, proses hukum harus tetap berjalan meski ada itikad damai dari pihak pelaku. Hal ini untuk memberikan efek jera dan mencegah kekerasan serupa terulang di masa depan.
Kasus ini memicu simpati dari berbagai pihak, terutama komunitas pemerhati anak dan pendidikan. Banyak yang menyayangkan peristiwa kekerasan tersebut terjadi di kalangan pelajar, yang seharusnya menjadi agen perdamaian dan pembelajaran.
TRC PPA Kaltim mengimbau masyarakat, khususnya orang tua dan pihak sekolah, agar lebih aktif dalam mendampingi dan mengawasi perilaku anak-anak. Pendidikan karakter dan pemahaman tentang dampak kekerasan perlu ditanamkan sejak dini untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang membenahi sistem pengawasan dan pendidikan karakter anak-anak kita,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id