Samarinda, Kaltimetam.id – Kota Samarinda kembali dihadapkan pada kenyataan pahit terkait tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan data resmi yang dirilis UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Samarinda, tercatat sebanyak 98 kasus kekerasan terjadi sepanjang Januari hingga 31 Mei 2025. Dari jumlah tersebut, korban yang tercatat mencapai 112 orang, terdiri dari 37 korban perempuan dewasa dan 75 korban anak-anak.
Angka tersebut memperlihatkan bahwa anak-anak masih menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan. Bahkan, Kepala UPTD PPA Kota Samarinda, Violeta, mengakui bahwa kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah masih mendominasi aduan yang masuk.
“Selain kekerasan seksual, banyak juga kasus perundungan (bullying) yang dilaporkan. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman, tapi sayangnya justru banyak terjadi kasus kekerasan di sana,” ungkap Violeta saat ditemui di kantornya, Selasa (1/7/2025).
Ia menegaskan bahwa pencegahan kekerasan di sekolah tidak bisa hanya bergantung pada UPTD PPA. Sinergi antara pihak sekolah, guru Bimbingan Konseling (BK), serta orang tua murid sangat diperlukan.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Butuh keterlibatan semua pihak, termasuk dari lingkungan pendidikan, agar anak-anak bisa mendapatkan edukasi tentang cara menghadapi situasi kekerasan,” ujarnya.
Menurutnya, edukasi sejak dini sangat penting untuk membekali pelajar dalam mengenali, menghindari, dan berani melaporkan tindakan kekerasan.
Violeta menambahkan bahwa DP2PA Kota Samarinda juga terus menggalakkan sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk membangun kesadaran kolektif di kalangan pelajar dan guru.
Menanggapi tingginya angka kekerasan, UPTD PPA Kota Samarinda memperkuat sistem pendampingan korban melalui layanan psikologis, hukum, hingga mediasi keluarga. UPTD ini memiliki tim psikolog dan mediator yang siaga melakukan asesmen dan pendampingan berkelanjutan, terlebih untuk kasus yang melibatkan trauma berat.
“Begitu ada laporan masuk, kami langsung melakukan penjangkauan. Jika dari hasil asesmen korban butuh layanan tambahan, kami sediakan pendampingan psikologis, hukum, hingga mediasi keluarga. Bila korban anak putus sekolah, kami akan berkoordinasi dengan dinas terkait agar hak pendidikan anak tetap terpenuhi,” jelas Violeta.
Koordinasi juga dilakukan dengan Dinas Sosial Kota dan Provinsi, termasuk untuk pemenuhan hak jaminan sosial melalui BPJS serta rujukan ke panti perlindungan jika dibutuhkan.
Menurutnya, pendekatan menyeluruh ini menjadi standar yang harus dilakukan agar pemulihan korban berjalan maksimal.
Lebih jauh, Violeta mengimbau seluruh masyarakat, khususnya pelajar, untuk tidak takut melaporkan segala bentuk kekerasan yang dialami maupun disaksikan. UPTD PPA Kota Samarinda membuka ruang pengaduan yang bisa diakses langsung atau melalui call center resmi.
“Kalau melihat, mendengar, apalagi mengalami kekerasan, segera laporkan ke UPTD PPA. Kami akan bantu prosesnya dari awal sampai korban benar-benar pulih dan hak-haknya dipenuhi,” tegasnya.
Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu kekerasan, Violeta berharap kasus-kasus yang terjadi bisa menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id