Kaltim, Kaltimetam.id – Sepanjang tahun 2024, Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan inflasi yang tergolong terkendali, bahkan lebih rendah dari rata-rata nasional. Namun, beban terbesar justru datang dari sektor yang menyentuh langsung hajat hidup masyarakat: kesehatan dan kebutuhan pangan.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, inflasi tahunan provinsi ini berada di angka 1,47 persen. Angka tersebut lebih ringan dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 1,57 persen, menurut perhitungan dengan dasar Survei Biaya Hidup (SBH) 2022.
Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, menyampaikan bahwa sebagian besar kelompok pengeluaran di Kaltim turut memberikan sumbangan terhadap inflasi. Namun, dua sektor justru memberikan kontribusi negatif atau menahan laju inflasi, yakni transportasi serta informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Yang paling memicu kenaikan harga adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan andil inflasi mencapai 0,77 persen. Ini menunjukkan betapa komoditas seperti beras, telur, daging, dan bumbu dapur menjadi faktor dominan dalam pembentukan inflasi tahun lalu.
“Kenaikan harga kebutuhan pokok inilah yang paling dirasakan masyarakat, karena menyentuh langsung pengeluaran harian rumah tangga,” ujar Yusniar, Rabu (30/4/2025).
Sementara itu, kontribusi inflasi terkecil datang dari sektor rekreasi, olahraga, dan budaya, yang hanya menyumbang 0,03 persen. Kelompok perlengkapan rumah tangga juga memberikan dampak yang relatif kecil terhadap laju inflasi.
Yang menjadi perhatian utama adalah sektor kesehatan. IHK (Indeks Harga Konsumen) untuk kelompok ini di Kaltim tercatat sebesar 108,28, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di angka 104,64.
“Data ini menunjukkan bahwa harga-harga layanan dan barang kesehatan di Kaltim meningkat lebih tajam daripada di wilayah lain di Indonesia,” jelas Yusniar.
Selain kesehatan, terdapat empat kelompok lain yang mencatat inflasi year-on-year (yoy) lebih tinggi dibandingkan nasional, yakni: makanan-minuman-tembakau, pakaian dan alas kaki, perumahan serta utilitas rumah tangga, dan kelompok rekreasi-olahraga-budaya.
Namun, enam kelompok lainnya mencatat inflasi yang lebih rendah dari nasional. Di antaranya: peralatan rumah tangga, transportasi, jasa komunikasi, pendidikan, jasa restoran, serta perawatan pribadi dan layanan lainnya.
Fenomena ini menunjukkan dinamika harga yang kompleks dan tidak merata antar sektor. Meski secara umum stabil, fluktuasi harga dalam beberapa kelompok pengeluaran tetap menimbulkan tekanan bagi masyarakat.
Yusniar menekankan pentingnya perhatian pemerintah daerah dalam merespons situasi ini.
“Kebijakan pengendalian harga yang lebih spesifik dan sektoral diperlukan, terutama pada kelompok yang memberikan tekanan inflasi tinggi seperti kesehatan dan pangan,” pungkasnya. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id