Batu Bara Bikin Neraca Perdagangan Nasional Surplus Lagi, Kaltim Tumbuh tapi Pelan

Neraca perdagangan mengalami surplus pada Januari 2023 dengan nilai USD3,87 miliar.
Aktivitas kegiatan industri pertambangan batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda. (Dok kaltimprov.go.id)

Balikpapan, Kaltimetam.id – Neraca perdagangan nasional kembali mengalami surplus pada Januari 2023 dengan nilai mencapai USD3,87 miliar. Dengan catatan tersebut, maka dapat dipastikan kegiatan perekonomian mengalami surplus selama 33 bulan.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah mengatakan, neraca perdagangan pada Januari 2023 mengalami surplus disebabkan nilai ekspor yang lebih tinggi daripada nilai impor. Adapun nilai ekspor Indonesia pada periode tersebut tercatat sebesar USD22,31 miliar dan nilai impor tercatat sebesar USD18,44 miliar.

Neraca Perdagangan Surplus karena Batu Bara

Surplus perdagangan pada Januari 2023 karena nilai ekspor Indonesia melonjak sebesar 16,37 persen secara tahunan. Penyebabnya adalah efek basis larangan ekspor batu bara pada tahun lalu. Secara bulanan, ekspor Indonesia pada Januari 2023 turun sebesar 6,36 persen.

Sejalan dengan itu, impor pada Januari 2023 tercatat tumbuh sebesar 1,27 persen secara tahunan. Namun turun 7,15 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Habibullah juga mengatakan, surplus neraca perdagangan ini juga ditopang oleh neraca komoditas nonmigas yang mengalami surplus USD5,29 miliar. Penyumbang utamanya adalah komoditas Bahan Bakar Mineral HS 27, lemak dan minyak hewan/nabati HS 15, serta besi dan baja HS 72.

Sementara itu, neraca komoditas migas mengalami defisit USD1,42 miliar dengan penyumbang utamanya adalah minyak mentah dan hasil minyak. Adapun tiga negara yang menyumbang surplus neraca perdagangan tersebut adalah Amerika Serikat, Filipina, dan India.

Harus Waspada karena Harga Batu Bara Turun

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan, surplus perdagangan akan terus menyempit sejalan dengan penurunan harga komoditas, misalnya batu bara yang turun 37,69 persen pada akhir Januari 2023. Hal ini menurutnya secara signifikan akan mempengaruhi kinerja neraca perdagangan karena ekspor bahan bakar fosil, terutama batu bara, menyumbang sekitar USD9,83 miliar atau 51,4 persen terhadap peningkatan surplus perdagangan tahun 2022.

“Meski menyusut, surplus perdagangan bisa bertahan lebih lama sebelum berubah menjadi defisit setelah China membuka kembali ekonominya, yang akan mendukung permintaan eksternal. Indikator utama terbaru juga menunjukkan ekonomi global pada 2023 hanya mencatat perlambatan, bukan resesi,” katanya, melalui siaran pers yang diterima Kamis (16/2/2023).

Sementara itu, dia memperkirakan pertumbuhan impor pada 2023 dapat lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor didukung oleh penguatan permintaan domestik, menyusul pencabutan PPKM dan keputusan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.

Namun, jika dibandingkan dengan pertumbuhannya pada 2022, impor diperkirakan cenderung melemah pada tahun ini karena harga minyak yang lebih rendah dan antisipasi melemahnya kegiatan ekspor.

“Kami terus mengantisipasi bahwa neraca transaksi berjalan akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar  minus 1,10 persen dari PDB pada 2023 .Dari perkiraan surplus sebesar 1,05 persen dari PDB pada 2022,” jelasnya.

Baca Berita Ekonomi Lainnya: Nilai Ekspor Kaltim Menurun pada Desember 2022

Neraca Perdagangan Kaltim Tumbuh tapi Pelan

Berdasarkan catatan, neraca perdagangan di Kalimantan Timur mengalami surplus sebesar USD30,63 miliar sepanjang 2022 lalu atau tumbuh sebesar 47,03 persen. Hal itu diungkapkan Kepala BPS Kaltim Yusniar Juliana pada Senin (6/2/2023) lalu.

Secara keseluruhan perekonomian Kaltim pada 2022 tumbuh sebesar 4,48 persen, lebih tinggi dibanding capaian 2021 yang tumbuh sebesar 2,55 persen. Untuk triwulan IV-2022 terhadap triwulan yang sama tahun sebelumnya (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,47 persen. Sementara untuk (q-to-q) triwulan IV dibandingkan triwulan III 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 1,86 persen.

“Ekonomi Kaltim mampu tumbuh sebesar 4,48 persen pada 2022 menunjukkan tren pemulihan ekonomi Kalimantan yang terus berlanjut,” kata Yusniar Juliana.

Sementara dari dalam negeri, dimulainya pembangunan infrastruktur ibu kota Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), peningkatan aktivitas ekonomi di segala sektor, seperti kebijakan pelonggaran syarat perjalanan yang turut meningkatkan angka tingkat penghunian kamar hotel (TPK), peningkatan jumlah penumpang di moda transportasi udara dan laut, penyaluran subsidi BBM dan bantuan sosial tunai, serta realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Dari sisi produksi, lanjut dia, lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur adalah pertambangan dan penggalian 1,64 persen, sedangkan dari sisi pengeluaran kontribusi terbesar adalah komponen net ekspor 2,18 persen.

Sepanjang 2022, kinerja ekonomi Kalimantan Timur dipengaruhi oleh faktor domestik (peningkatan belanja pemerintah dan pembangunan infrastruktur IKN sudah dimulai) dan faktor global (peningkatan permintaan batu bara karena perkembangan kondisi geopolitik dan perluasan pasar).

Namun, dengan pencapaian tersebut, perekonomian Kaltim dibandingkan provinsi lainnya di Kalimantan masih paling rendah. Kalimantan Tengah menjadi pemuncak pertumbuhan ekonomi di Pulau Borneo sebesar 6,45 persen, disusul Kalimantan Utara 5,34 persen, lalu Kalimantan Selatan 5,11 persen, Kalimantan Barat 5,07 persen, dan terakhir Kaltim. (RTA)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Baca juga berita lainnya: East Asian Culture Kembali Digelar di Mahakam Riverside Market