Samarinda, Kaltimetam.id – Komisi III DPRD Kota Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sebagai bagian dari upaya memperkuat langkah konkret dalam pengendalian bencana perkotaan, khususnya banjir dan risiko longsor. Pertemuan tersebut difokuskan pada peninjauan mendalam terhadap progres teknis penanganan banjir serta sejumlah insiden yang menjadi perhatian publik.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menjelaskan bahwa pihaknya ingin memperoleh kejelasan terkait langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan Dinas PUPR, khususnya melalui Bidang Sumber Daya Air (SDA), dalam merespons tantangan banjir yang kerap melanda kota ini. Ia menegaskan bahwa diskusi kali ini bukan hanya bersifat evaluatif, tetapi juga bertujuan merumuskan strategi yang lebih efektif ke depan.
“Tadi kita banyak berdiskusi dan meminta penjelasan terkait progres pengendalian banjir di Kota Samarinda. Salah satu yang kami soroti adalah bagaimana kesiapan drainase menampung debit air saat hujan lebat agar air bisa cepat mengalir dan tidak menyebabkan genangan,” katanya.
Meski mendapat penjelasan teknis dari Dinas PUPR, Komisi III tetap memberikan beberapa catatan penting. Salah satunya adalah persoalan kapasitas infrastruktur drainase yang dinilai masih belum memadai untuk menghadapi intensitas hujan ekstrem, yang bisa mencapai antara 100 hingga 135 milimeter per detik.
“Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem drainase kita belum mampu mengatasi curah hujan dengan intensitas tinggi. Ini menjadi perhatian serius karena dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, Deni juga menyoroti kurangnya pengawasan dalam pembangunan perumahan baru. Ia menyebut masih banyak pengembang yang tidak membangun kolam retensi sebagai bagian dari sistem pengelolaan air permukaan, padahal fasilitas ini sangat penting untuk menekan risiko banjir di kawasan permukiman.
“Kami temukan sejumlah pengembang perumahan yang mengabaikan kewajiban membangun kolam retensi. Hal ini jelas melanggar prinsip pembangunan berkelanjutan dan berpotensi memperparah banjir,” tegasnya.
Tak hanya dari sisi pembangunan, pembukaan lahan secara masif tanpa pengawasan juga dinilai memperburuk kondisi hidrologis Kota Samarinda. Deni menilai, perlu ada kesadaran bersama antara legislatif dan eksekutif untuk memperkuat pengendalian tata ruang agar pembangunan tidak mengorbankan lingkungan.
“Kalau pembukaan lahan terus dilakukan tanpa kajian dampak lingkungan dan pengawasan yang ketat, maka bencana seperti banjir dan longsor akan semakin sering terjadi. Ini bukan soal proyek semata, tapi soal keselamatan warga,” ujarnya.
RDP juga menyinggung persoalan terbaru yang turut mencemaskan masyarakat, yakni kejadian longsor di area inlet (sisi masuk) Terowongan Samarinda. Deni mengungkapkan bahwa Komisi III telah meminta klarifikasi langsung dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait insiden tersebut.
Berdasarkan informasi yang diterima, potensi longsor ternyata sudah terdeteksi sejak awal tahun 2025. Alat pemantau yang digunakan oleh pihak kontraktor mengindikasikan adanya pergeseran tanah yang berisiko menimbulkan longsor dalam waktu empat bulan. Namun, longsor justru terjadi lebih cepat dari prediksi, yakni pada Februari, akibat curah hujan yang sangat tinggi.
“Data dari PPK menyebutkan bahwa sejak Januari sudah ada tanda-tanda pergerakan tanah. Tapi ternyata longsornya lebih cepat dari prediksi. Ini membuktikan bahwa perubahan iklim juga memengaruhi situasi di lapangan,” jelasnya.
Kekhawatiran Deni tak hanya terbatas pada sisi teknis proyek. Ia menilai insiden longsor ini telah memicu keresahan publik, terutama karena pembangunan Terowongan Samarinda sempat menjadi harapan baru bagi peningkatan konektivitas dan pengurangan kemacetan.
“Kami ingin memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terulang. Masyarakat harus diyakinkan bahwa pembangunan ini aman. Pemerintah juga harus terbuka dan responsif terhadap segala potensi risiko,” tandasnya.
Sebagai penutup, Deni mengajak seluruh pihak baik pemerintah kota, DPRD, hingga masyarakat untuk bergandengan tangan memperkuat sinergi dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan. Ia berharap ke depan, alokasi anggaran daerah melalui APBD dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa lebih ditingkatkan agar program-program penanggulangan bencana dapat diperluas dan diperkuat.
“Semua ini kembali pada komitmen bersama. Kami di DPRD tentu siap mendukung dari sisi penganggaran. Tapi yang lebih penting, semua pihak harus sejalan dalam merancang solusi jangka panjang yang berkelanjutan,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id