DPRD Samarinda Soroti Sengketa Tanah di Polder Air Hitam, Warga Diminta Ajukan Koordinat

Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Samarinda bersama Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, 19 Februari 2025.

Rapat ini membahas dua persoalan utama terkait sengketa lahan di kawasan transmigrasi RT 13 Kelurahan Loa Bahu serta permasalahan ganti rugi lahan di Jalan Polder Air Hitam, Kelurahan Air Hitam.

Dalam pertemuan tersebut, DPRD Samarinda menyoroti perlunya langkah konkret untuk menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan bahwa penyelesaian kedua masalah ini harus dilakukan secara transparan dan tidak boleh merugikan pihak mana pun, baik masyarakat maupun pemerintah daerah.

Salah satu persoalan utama yang dibahas dalam rapat adalah kepemilikan lahan di kawasan Polder Air Hitam, di mana terdapat sebuah gedung olahraga yang sering digunakan untuk latihan cabang olahraga anggar dan taekwondo. Namun, beberapa warga mengklaim bahwa tanah yang menjadi lokasi bangunan tersebut merupakan hak milik mereka.

Samri Shaputra menjelaskan bahwa berdasarkan hasil diskusi dengan BPKAD, diketahui masih ada tujuh warga yang belum menerima ganti rugi atas lahan tersebut. Proses pembebasan lahan yang belum tuntas inilah yang kemudian menimbulkan konflik berkepanjangan.

“Dari data aset yang ada, memang diakui masih ada tujuh orang pemilik lahan yang belum dibebaskan. Namun, pihak aset meminta agar para pemilik lahan ini segera mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menentukan titik koordinat lahan mereka guna memastikan kebenaran klaim tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, langkah ini penting untuk menghindari tumpang tindih kepemilikan lahan dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.

“Pemkot Samarinda menunggu pemilik lahan untuk terlebih dahulu mengajukan penentuan titik koordinat. Setelah itu, baru pemerintah bisa mengambil langkah berikutnya,” tambahnya.

Selain persoalan lahan di Polder Air Hitam, DPRD Samarinda juga membahas permasalahan yang dialami Chairul Anwar, seorang warga yang mengklaim bahwa lahan miliknya di Jalan Polder Air Hitam tiba-tiba berstatus sebagai lahan transmigrasi.

Chairul Anwar mengaku telah memiliki tanah tersebut selama puluhan tahun dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 745 dan 746. Namun, sejak 2003, kepemilikannya terhambat akibat adanya surat dari Kementerian Transmigrasi yang meminta BPN untuk memblokir proses pengurusan sertifikatnya.

“Karena ada surat dari Kementerian Transmigrasi yang meminta BPN untuk tidak memproses kepemilikan tanah tersebut, akhirnya sertifikatnya diblokir. Hal ini membuat masyarakat bingung dan merasa dirugikan. Oleh karena itu, mereka mengadu ke DPRD untuk meminta kejelasan,” ungkap Samri.

Dalam pertemuan tersebut, BPKAD berjanji akan melakukan penelusuran lebih lanjut untuk mengetahui dasar hukum perubahan status lahan tersebut serta mencari solusi terbaik bagi pemilik lahan.

Samri menegaskan bahwa DPRD Samarinda akan mengawal penyelesaian masalah ini agar dapat ditemukan titik terang tanpa ada pihak yang dirugikan.

“Kami ingin masalah ini diselesaikan secara adil, tanpa ada pihak yang merasa terzalimi. Jika memang ada kesalahan administratif atau misinformasi dalam perubahan status lahan ini, maka harus segera dikoreksi,” ujarnya.

DPRD Samarinda berharap agar kedua permasalahan ini bisa segera diselesaikan secara tuntas. Sengketa lahan dan ganti rugi yang tidak terselesaikan berpotensi menimbulkan permasalahan yang lebih besar di kemudian hari.

Untuk kasus di Loa Bahu dan Air Hitam, pemerintah meminta para pemilik lahan segera mengajukan permohonan ke BPN untuk menetapkan titik koordinat kepemilikan mereka. Proses ini diharapkan bisa menjadi langkah awal dalam menyelesaikan konflik lahan yang sudah berlangsung lama.

“Langkah pertama adalah penentuan titik koordinat oleh pemilik lahan. Setelah itu, Pemkot Samarinda bersama DPRD akan melakukan verifikasi dan menentukan solusi terbaik,” kata Samri.

DPRD juga menegaskan bahwa mereka akan terus melakukan pemantauan dan koordinasi dengan BPKAD serta instansi terkait lainnya untuk memastikan bahwa penyelesaian masalah ini tidak berlarut-larut.

“Kami akan terus mengawal agar hak-hak masyarakat tetap terlindungi dan pemerintah juga bisa menjalankan kebijakan dengan dasar hukum yang kuat,” tutupnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id