Samarinda, Kaltimetam.id – Kepadatan arus lalu lintas di kawasan Simpang Lima Gunung Lingai akhirnya mendapat perhatian serius Pemerintah Kota Samarinda. Kawasan strategis yang menjadi gerbang utama masuknya kendaraan dari arah Bandara APT Pranoto itu kerap menjadi titik macet pada jam-jam sibuk. Kini, Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda menyiapkan tiga tahapan besar penataan lalu lintas untuk mengurai kemacetan tanpa harus membangun flyover.
Kepala Dishub Samarinda, Hotmarulitua Manalu, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi dan menemukan beberapa sumber kemacetan di kawasan tersebut. Salah satunya ialah tingginya volume kendaraan yang melintas dari berbagai arah tanpa manajemen lalu lintas yang ideal.
“Kami sudah menyiapkan tiga langkah rekayasa lalu lintas, mulai dari tahap jangka pendek, menengah, hingga panjang. Prinsipnya, penataan ini bukan hanya untuk kelancaran, tetapi juga untuk memperindah wajah kota karena lokasi ini menjadi etalase Samarinda,” ujarnya.
Langkah pertama yang sudah diterapkan Dishub adalah rekayasa jangka pendek dengan mengganti barrier plastik menjadi barrier beton dan menutup sejumlah akses langsung menuju Gunung Lingai.
“Akses dari Jalan DI Panjaitan 2 ke Gunung Lingai kami tutup, begitu juga arah sebaliknya. Tujuannya agar titik crossing kendaraan berkurang,” jelas Hotmarulitua.
Dengan pola baru ini, pengendara dari DI Panjaitan 1 yang ingin menuju Gunung Lingai harus memutar terlebih dahulu melalui Jalan PM Noor dan mencari putaran baru sebelum masuk ke Gunung Lingai. Begitu pula sebaliknya, dari Gunung Lingai tidak bisa langsung ke DI Panjaitan 1, melainkan harus memutar ke kiri lewat DI Panjaitan 2 atau sekitar Alaya.
Kebijakan ini terbukti mampu menurunkan tingkat kejenuhan lalu lintas (V/C ratio) dari kategori D menjadi kategori C, artinya kepadatan mulai berkurang dan arus kendaraan menjadi lebih teratur.
Tahap berikutnya, Dishub bersama Dinas Pekerjaan Umum akan melakukan pelebaran jalan sekaligus pembebasan lahan di beberapa titik padat. Rencana ini mencakup jalur dari Jembatan Sungai Mati hingga Gunung Lingai, lalu dilanjutkan dari Gunung Lingai ke DI Panjaitan 2.
“Setelah pelebaran dilakukan, tingkat kinerja simpang bisa meningkat ke kategori B, dengan derajat kejenuhan turun di angka 0,8 sampai 0,9,” terangnya.
Ia menambahkan, pelebaran tersebut tidak hanya memperluas kapasitas kendaraan, tetapi juga memperbaiki drainase dan trotoar agar kawasan lebih aman dan tertata. Program ini juga akan dibarengi dengan pembuatan median dan pulau lalu lintas sebagai tahap ketiga penataan.
“Setelah median dan pulau lalu lintas dibangun, derajat kejenuhan bisa turun lagi ke sekitar 0,64. Artinya, arus kendaraan semakin lancar dan panjang antrean turun signifikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Manalu menegaskan bahwa kawasan Simpang Lima Gunung Lingai memiliki nilai strategis yang tinggi, bukan hanya dari sisi lalu lintas, tetapi juga citra kota. Sebab, kawasan ini merupakan jalur pertama yang dilalui masyarakat dan tamu dari Bandara APT Pranoto menuju pusat kota.
“Inilah etalase Kota Samarinda. Karena itu, selain urusan teknis, kami juga ingin menata secara estetika. Kami ingin masyarakat yang masuk ke kota disambut dengan kawasan yang rapi, lancar, dan tertib,” tegasnya.
Salah satu penyebab utama kemacetan di kawasan Gunung Lingai adalah arus kendaraan besar seperti truk dan kontainer yang melintas menuju Samarinda Utara. Untuk itu, Dishub bersama sejumlah instansi lintas sektor telah menyiapkan langkah pengalihan arus logistik.
“Kami sudah rapat dengan Balai Besar Jalan Nasional, Dinas PU Provinsi, BPN, Dirlantas Polda Kaltim, dan Satlantas Samarinda. Pak Wali Kota juga sudah meminta agar PUPR Provinsi membuka jalur dari Barambai tembus ke HM Ardans atau Ringroad untuk angkutan barang,” paparnya.
Dengan dibukanya jalur alternatif tersebut, kendaraan berat tidak lagi melintasi Simpang Lima Gunung Lingai, sehingga beban lalu lintas di kawasan tersebut bisa jauh berkurang.
Meski sempat muncul wacana pembangunan flyover sebagai solusi cepat, Dishub menilai opsi tersebut belum relevan untuk saat ini. Menurut kajian teknis, membangun flyover di kawasan tersebut justru bisa menimbulkan beban struktural baru mengingat simpang tersebut masih menjadi jalur utama distribusi barang menuju Samarinda Utara.
“Kalau dibangun flyover sekarang, konstruksinya akan sangat berat karena truk dan kendaraan besar masih melintasi jalur itu. Lebih efisien dilakukan pelebaran dan rekayasa lalu lintas terlebih dahulu,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id