Samarinda, Kaltimetam.id – Proyek pembangunan terowongan di Jalan Kakap, Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, kembali menuai protes keras. Warga menolak tawaran uang kompensasi Rp5 juta dari pihak pelaksana proyek yang dinilai sebagai ‘uang tutup mulut’ atas kerusakan rumah akibat getaran uji beban pada Rabu malam (15/10/2025).
Getaran kuat dari aktivitas proyek saat malam hari membuat sejumlah rumah warga mengalami retakan di dinding dan lantai. Suasana panik pun terjadi, hingga warga keluar rumah dan menegur pekerja proyek.
Keesokan paginya, Kamis (16/10/2025), puluhan warga mendatangi kantor Kelurahan Sungai Dama untuk menuntut penghentian sementara proyek serta perbaikan atas kerusakan yang terjadi.
Salah satu warga terdampak, Risma, menegaskan bahwa masyarakat tidak akan menerima uang kompensasi tersebut. Menurutnya, uang itu tidak sebanding dengan kerusakan yang dialami warga dan dianggap sebagai upaya untuk meredam protes.
“Ya kami minta pekerjaan di terowongan stop dulu. Kami minta dampak-dampak yang ada ini diperbaiki dulu. Karena kalau proyek tetap jalan, kami tidak didengar,” ujarnya.
Risma menuturkan, getaran akibat aktivitas proyek sudah terasa sejak lama, terutama dari kendaraan berat yang keluar masuk lokasi.
Meski sudah beberapa kali disampaikan ke pihak kelurahan, keluhan warga tak kunjung ditindaklanjuti.
“Setiap hari rumah bergetar karena mobil molen dan alat berat. Kami sudah sampaikan ke lurah, sudah ditinjau, tapi tidak ada tindak lanjut. Nah tadi malam, karena getarannya seperti gempa, kami langsung marah dan demo,” ucapnya.
Ia juga menyebut retakan di rumahnya mulai muncul sejak tahap awal pengerjaan.
“Sejak awal proyek berjalan, retakan sudah ada. Mereka sempat perbaiki bagian depan, tapi yang di dalam tidak. Sekarang lantai di dapur sampai turun,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Camat Samarinda Ilir, La Uje, mengatakan tawaran kompensasi Rp5 juta dari pihak proyek adalah bentuk itikad baik, namun ia memahami keputusan warga yang menolak.
“Nilainya memang kecil, tapi mungkin bisa membantu yang sifatnya mendesak. Tapi warga juga tidak salah kalau menolak, karena mereka punya alasan. Kita tidak memaksa itu,” ujarnya.
La Uje memastikan pihak kecamatan akan melaporkan persoalan ini ke pimpinan daerah untuk mencari solusi terbaik. Ia juga mengapresiasi langkah cepat dari pihak proyek yang hadir meninjau lokasi pascakejadian.
Pihak pelaksana proyek, Sat Operasional Manager PT Pembangunan Perumahan (PP) Margono, menjelaskan bahwa tawaran kompensasi tersebut masih bersifat sementara dan akan dievaluasi kembali.
“Arahan dari pimpinan kami untuk bantu sosialisasi dan kompensasi sekitar Rp5 juta. Nanti kita evaluasi lagi ke depannya,” ujarnya.
Namun pernyataan itu belum mampu meredam kemarahan warga. Mereka bersikeras agar proyek dihentikan sementara karena khawatir dampaknya akan terus berlanjut.
Warga juga menilai pihak proyek tidak pernah melakukan sosialisasi yang jelas sebelum pekerjaan dimulai.
“Mereka bilang sudah sosialisasi, tapi kami tidak pernah merasa ada. Surat pun tidak ada, dari RT juga tidak ada. Mereka bohong ke publik,” tegas Risma. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id