Samarinda, Kaltimetam.id – Gelombang keluhan dari pedagang sembako dan minyak tradisional di bawah naungan Persatuan Pedagang Sembako dan Minyak (P2SM) Samarinda akhirnya mendapat respons dari DPRD Kota Samarinda.
Menyusul maraknya ekspansi ritel modern seperti Indomaret, Alfamart, dan Eramart yang dianggap menggerus omzet pedagang konvensional, Komisi II DPRD Samarinda menggelar rapat bersama sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, termasuk Dinas Perdagangan dan Satpol PP.
Dalam forum tersebut, perhatian para legislator justru tertuju pada peran Satpol PP. Ketua Komisi II, Iswandi, menilai lembaga penegak perda itu seharusnya memperluas jangkauan tugasnya.
Ia menyoroti kecenderungan aparat yang selama ini lebih aktif menertibkan pedagang kecil di lapangan, sementara pelaku usaha besar yang melanggar aturan daerah justru terkesan dibiarkan.
“Makanya kami minta tolong nanti ke depannya itu dipelajari lagi, itu minta di perwali-perwali apa yang diatur, apa-apa yang melanggar, mulai diinventarisir. Jangan hanya bisa menindak yang masyarakat-masyarakat kecil,” ujarnya, Jum’at (7/11/2025).
Iswandi menegaskan perlunya Satpol PP melakukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai Peraturan Wali Kota (Perwali) yang menjadi dasar penegakan, agar penerapan aturan benar-benar berimbang.
Ia juga menekankan pentingnya keadilan dalam tindakan di lapangan, termasuk kepada jaringan ritel besar yang mencari keuntungan komersial.
“Harus bersikap adil lah, termasuk dengan retail-retail besar ini, yang memang cari untung, bukan sekadar cari makan seperti yang selama ini sering satpol pp sering tertibkan,” tambahnya.
Salah satu persoalan yang disorot ialah belum optimalnya penegakan Perwali Nomor 9 Tahun 2015 tentang jam operasional ritel modern.
Di beberapa kawasan, seperti Bukit Pinang, masih ditemukan minimarket yang beroperasi selama 24 jam, padahal ketentuan tersebut secara tegas membatasi jam buka toko modern.
Menanggapi desakan itu, Kepala Satpol PP Samarinda, Anis Siswantini, menyampaikan bahwa pihaknya terbuka terhadap kritik dan siap bertindak jika ditemukan pelanggaran.
Namun, ia menegaskan penegakan hukum tidak bisa berjalan sendirian tanpa dukungan OPD lain.
“Ya, insya Allah kalau memang melanggar tentu itu tugasnya Satpol PP. Tapi tentunya harus ada kolaborasi. Kami tidak bisa ujug-ujug langsung menertibkan tanpa ada dasar dan koordinasi dengan perangkat daerah yang membidangi,” jelas Anis.
Anis menjelaskan bahwa saat ini Satpol PP hanya menangani 13 perda prioritas dari total hampir seribu perda dan perwali yang berlaku di Samarinda. Kondisi ini membuat kerja sama lintas instansi menjadi kebutuhan mutlak agar pengawasan berjalan efektif.
“Sanggupkah Satpol PP mengampu sekian banyak? Makanya perlu kolaborasi. Kalau perangkat daerah tidak memberi tahu mana yang melanggar, kami tidak bisa bertindak,” imbuhnya.
Ia menegaskan pentingnya pola kerja terpadu dengan pendekatan yang ia sebut sebagai prinsip 4K1A, yakni Komitmen, Kuat, Komunikasi, Koordinasi, Kolaborasi, dan Aksi.
“Koordinasi saja tanpa aksi di lapangan juga tidak akan ada hasilnya. Jadi kami dorong semuanya agar benar-benar bergerak bersama,” ujarnya.
Selain soal penegakan, Anis juga menanggapi usulan agar Satpol PP tak hanya menertibkan, tetapi juga memberi jalan keluar bagi pedagang kecil.
Ia mengaku sudah menjajaki kerja sama dengan Dinas Perdagangan dan Dinas Sosial untuk merancang program pemberdayaan yang lebih manusiawi.
“Harapannya, ke depan bisa terbangun skema kolaborasi yang memberi solusi bagi UKM-UKM yang sering ditertibkan, bukan hanya tindakan semata,” tutupnya. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id
