Samarinda, Kaltimetam.id – Hilirisasi industri, merupakan akselerasi yang dicanangkan pemerintah. Terutama industri mineral dan batu bara yang selama ini banyak mengekspor bahan mentah.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pun berkomitmen, meningkatkan nilai tambah pada ‘emas hitam’ yang selama ini menjadi penopang perekonomian Benua Etam. Sayangnya di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, belum mengatur pertambahan nilai suatu produk terhadap bahan material seperti batu bara.
Dalam beleid tersebut, hanya mengatur pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) sebagai jaminan kepada perusahaan untuk memenuhi pasokan dalam negeri agar tidak terjadi kelangkaan. Terutama dalam memenuhi permintaan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai bahan utama Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau kebutuhan industri lainnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Puguh Harjanto menjelaskan, meski di dalam undang-undang tidak ada kewajiban yang mengatur pada peningkatan nilai produk batu bara, namun pihaknya mendorong hal itu dapat terjadi.
“Ya memang sejauh ini mereka (pertambangan) kan masih kewajibannya soal pemenuhan DMO belum ada sampai ke situ (hilirisasi). Tapi itu (hilirisasi) yang kami harapkan dan coba dorong,” kata dia kepada Kaltimetam.id, Senin (27/2/2023).
Baca berita terkait lainnya: Investasi 2022 di Kaltim Tertinggi Selama 5 Tahun Terakhir, Capai Rp57,75 Triliun
Hilirisasi Batu Bara Tinggal Menunggu Waktu
Dia meyakini, hilirisasi untuk seluruh industri mineral dan pertambangan, terutama batu bara tinggal menunggu waktu. Melihat tren kebijakan pemerintah, yang mulai memberlakukan larangan ekspor bahan mentah mineral, seperti nikel yang sudah berjalan, dan terbaru adalah bijih bauksit juga tidak dibolehkan lagi dikirim ke luar negeri dalam keadaan mentah.
“Untuk 2023 ini kan ada larangan bauksit tidak boleh lagi diekspor mentah, harus diolah. Tidak menutup kemungkinan nanti ada arahan lagi seperti itu,” jelasnya.
Larangan ekspor untuk mencapai hilirisasi tertuang di dalam UU 3/2020. Selain nikel yang dilarang ekspor lebih dulu pada 2020, bijih bauksit dan konsentrat tembaga juga dilarang dijual dalam keadaan mentah pada Juni 2023 mendatang.
Bahkan pemerintah juga tengah bersiap akan melanjutkan pelarangan ekspor timah jenis tin ingot. Diyakini, selain dapat mendongkrak nilai jual komoditas, hilirisasi juga mampu membuka lebih banyak lapangan pekerjaan dan meningkatkan peluang usaha di dalam negeri.
Baca berita terkait lainnya: Batu Bara Bikin Neraca Perdagangan Nasional Surplus Lagi
Hilirisasi Industri Ubah Arah Ekonomi Kaltim
Puguh sangat menyambut hilirisasi yang dicanangkan pemerintah pusat. Langkah tersebut ujar dia, akan mengubah arah ekonomi Kaltim yang selama ini, bergantung pada sektor batu bara.
“Untuk di pertambangan nanti kita akan coba juga, seperti smelter yang ada di Kaltim. Nikel saja bahan baku dari Sulawesi bisa diolah di Kaltim. Kenapa tidak kita olah bahan baku yang ada di Kaltim sendiri. Mungkin kebijakan suatu saat nanti tidak ada lagi ekspor bahan mentah secara menyeluruh, dan, itu bisa saja terjadi,” ungkapnya.
Sejauh ini, proyek hilirisasi di industri minerba khususnya batu bara di Kaltim mulai berjalan. Seperti proyek gasifikasi batu bara menjadi methanol di Sangatta, Kutai Timur.
Dengan nilai investasi Rp880 miliar. Saat ini statusnya masih menunggu keputusan Menteri Keuangan terkait Tax Holiday.
Lalu, hilirisasi minerba lainnya seperti nikel. Yakni dua proyek pembangunan pabrik nikel di Balikpapan dan Sangasanga, Kutai Kartanegara.
“Sejauh ini cukup bagus smelter nikel sudah ada dua di kita ya. Upaya hilirisasi ini akan kita terus dorong,” pungkas dia. (DAD/RTA)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id
Baca berita terkait lainnya: Kredit Pertambangan Lanjutkan Tren Positif