Bio Perkasa Food, Makanan Organik Tanpa Bahan Pengawet Hasil Riset Cendikiawan Unmul

Samarinda, Kaltimetam.id – Berawal dari riset jamu ikan dengan bahan organik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas budidaya perikanan, Bio Perkasa Food akhirnya lahir ketika wabah Covid-19 masih melanda pada 2020 lalu. Olahan makanan tanpa bahan pengawet dan monosodium glutamat (MSG) ini menjadi produk makanan untuk meningkatkan potensi ekonomi sektor perikanan.

Masa pandemi yang mengharuskan penerapan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) menjadi awal mula Bio Perkasa Food masuk ke dunia pasar. Hasil budidaya ikan yang menggunakan jamu ikan hasil riset Prof Esti Handayani Hardi, guru besar Universitas Mulawarman (Unmul) menjadi bahan bakunya. Dalam pengolahannya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ini juga turut melibatkan mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unmul yang tidak bisa pulang ke kampung halaman akibat pembatasan perjalanan ketika masa pandemi kala itu.

“Memang awalnya dari riset jamu ikan saya. Setelah digunakan rupanya dari kelompok budidaya yang saya tangani terutama kelompok di Loa Kulu, Kukar, bilang ke saya kalau air bangar ikannya lebih tahan, tidak gampang mati. Kualitas daging ikannya juga lebih bagus. Dagingnya lebih tebal dan tidak gampang busuk. Akhirnya tahun 2020 saat Covid-19, mahasiswa kan banyak tidak bisa pulang, masyarakat juga takut ke pasar, jadi kepikiran untuk buat ikan bumbu yang bisa tinggal digoreng di rumah, bisa lebih praktis,” ucap Prof Esti Handayani Hardi.

Dalam perjalanannya, UMKM yang berkerjasama dengan Unmul ini mulai berkembang. Bukan hanya memproduksi ikan nila dan lele bumbu saja, udang windu kualitas ekspor juga turut dipasarkan. Termasuk produk turunannya, seperti pempek, bakso ikan dan siomay. Seluruh produk melalui riset untuk menjamin mutu.

“Jadi Bio Perkasa ini UMKM yang bermitra dengan Unmul untuk menampung hasil riset unmul, baik dari mahasiswa dan dosen. Jadi bisnis yang kami angkat ini bukan seperti bisnis pada umumnya, tetapi bisnis yang berdasarkan by riset. Hasil riset yang baik ini lah yang kami lemparkan ke pasar, karena jika hanya sekadar publikasi kan sayang. Ini juga sebagai media belajar berwirausaha untuk mahasiswa,” ucap Esti sapaan akrab Prof Esti Handayani Hardi.

Bukan hanya melibatkan mahasiswa, kelompok budidaya yang mengaplikasikan budidaya organik menggunakan jamu ikan turut dilibatkan. Tujuannya untuk mendongkrak daya beli perikanan organik. Termasuk mewujudkan kedaulatan pangan sesuai dengan Program Kedai Reka Unmul dan Patriot Pangan yang digagas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

“Ini juga berkaitan dengan program ketahanan pangan dari Dirjen Kemenristekdikti. Bio Perkasa ini sebenarnya juga sebagai wadah masyarakat pembudidaya ikan, para pembudidaya itu butuh pemasaran. Selain itu, ini untuk mendongkrak ketahanan pangan, termasuk di Kaltim dan IKN. Untuk tahun ini akan lebih mengarah ke daerah-daerah di sekitar IKN agar masyarakat juga bisa menjadi supplier. Makanya ini diperkenalkan dulu olahan perikanan ini yang tanpa bahan pengawet dan MSG,” beber Esti.

Produk makanan olahan tanpa bahan pengawet ini diklaim bisa bertahan hingga tiga bulan di dalam lemari pendingin. Dari hasil riset yang dilakukan Esti, penggunaan jamu ikan dapat menekan perkembangan mikrobia pada daging ikan. Dagingnya lebih tebal dan tidak gampang busuk. Kandungan asam amino dan asam lemak ikan dan udang juga meningkat.

“Dengan jamu ikan itu bisa menekan mikrobia, jadi bakterinya kurang dan bisa tahan lama. Untuk kualitas udang yang dibudidayakan di tambak tradisional bersinggungan dengan mangrove dan dikasih plant ekstrak dari riset itu rupanya kandungan mutunya lebih tinggi, kualitasnya ekspor lah,” terang perempuan kelahiran Lampung 1980 tersebut.

Dalam perjalanannya, pemasaran sea food organik dari yang awalnya dipasarkan secara online melalui pesan singkat WhatsApp 0811553981, kini merambah hingga ke E-Commerce. Pemasarannya juga turut menggunakan menggunakan Go-Fish Samarinda layanan belanja online yang dikelola mahasiswa FPIK Unmul. Kini, pasar Bio Perkasa Food juga merambah hingga ke luar Kota Samarinida.

“Ikan bumbu ini juga sudah dipasarkan di Paser, Balikpapan dan Bontang di toko mitra kami. Untuk Harga, pempek setengah kilo dijual Rp 50 ribu, Nila bumbu Rp 43 ribu, tapi untuk udang windu per 600 gram itu Rp 100 ribu karena kualitas ekspor. Sedangkan produk turunan seperti bakso ikan Rp 40 ribu dan siomay Rp 30 ribu,” Urai Esti.

Dalam seharinya, omset penjualan bisa mencapai Rp 1,5 juta. Dari seluruh pendapat itu nantinya akan disisihkan untuk melakukan riset lebih dalam terkait perikanan. Termasuk membagi hasil pendapatan dengan mahasiswa yang terlibat dalam pengelolaan.

“Keuntungan juga dipakai untuk riset lagi dan diberikan untuk mahasiswa. Jadi mahasiswa bisa gunakan buat riset atau skripsinya. Jadi ini juga bisa digunakan mahasiswa sebagai media belajar berwirausaha,” tutupnya. (Dys/Dra)