Samarinda, Kaltimetam.id – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda, Kalimantan Timur, mengingatkan kepada warga terutama yang tinggal di perbukitan dan lereng bukit, untuk berhati-hati terhadap kemungkinan bencana tanah longsor yang bisa terjadi kapan saja.
“Dari 10 Kecamatan di Samarinda, rata-rata memiliki resiko bencana tanah longsor, kecuali Kecamatan Samarinda Kota yang resikonya kecil karena di kawasan ini nyaris tidak ada perbukitan” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kota Samarinda Suwarso.
Sembilan Kecamatan beresiko tanah longsor karena kawasannya berbukit, sementara jenis tanah di Samarinda adalah tanah lempung yang mudah ambrol, sehingga iya menyarankan siapapun yang tinggal di lereng bukit untuk selalu waspada, apalagi ketika hujan turun.
Tahun ini pihaknya juga telah memasang sejumlah rambu rawan longsor di kawasan rawan longsor sedang sampai tinggi, sehingga melalui rambu ini mengingatkan kepada warga agar selalu berhati-hati.
Memang, belum semua kawasan rawan longsor dipasangi rambu tersebut karena keterbatasan anggaran, sehingga yang dipasangi adalah kawasan beresiko rawan longsor yang kategori tinggi.
Namun demikian, BPBD Kota Samarinda telah menganggarkan untuk pemasangan rambu rawan longsor di tahun depan, sehingga secara perlahan kawasan yang rawan longsor tersebut akan terpasang rambu peringatan.
Dalam Mitigasi Bencana, pihaknya telah menggandeng Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Samarinda, yakni untuk pemasangan rambu pada kawasan yang rawan banjir di sejumlah lokasi di Kota Samarinda, terutama pada daerah aliran sungai (DAS) baik Sungai Mahakam,Sungai Karang Mumus, dan lainnya.
“Ada 13 rambu peringatan banjir di 13 titik rawan yang kami pasang atas kerjasama dengan Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV. Dari peringatan ini kami harapkan dapat meminimalisir risiko bencana banjir terhadap masyarakat” tuturnya.
Mitigasi bencana lainnya yang telah pihaknya lakukan antara lain melakukan pelatihan kebencanaan dan simulasi, sehingga mereka yang berada di lokasi rawan bencana sudah tangguh dan paham apa yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
“Untuk pelatihan kebencanaan, banyak unsur yang kami libatkan, terutama para relawan, sedangkan untuk simulasi bencana, sasarannya adalah warga yang tinggal kawasan rawan bencana dan para pelajar mulai TK hingga SMA” tutup Suwarso. (Msf/Dra)