Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah E-Commerce dalam Menguatkan Tata Kelola Perdagangan Digital

Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah E-Commerce dalam Menguatkan Tata Kelola Perdagangan Digital. (Foto: Istimewa)

Samarinda, Kaltimetam.id – Perkembangan teknologi digital telah mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia secara signifikan. Belanja online kini menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari karena menawarkan harga kompetitif, akses mudah terhadap berbagai produk, dan fleksibilitas waktu. Namun, di balik kemajuan tersebut, terdapat permasalahan besar di tingkat daerah.

Hingga saat ini, belum terdapat peraturan daerah yang secara khusus mengatur transaksi e-commerce. Kekosongan regulasi tersebut menimbulkan sejumlah konsekuensi, seperti potensi penerimaan pajak daerah yang tidak termanfaatkan, lemahnya perlindungan konsumen, serta kurangnya pengawasan terhadap aktivitas perdagangan digital. Akibatnya, risiko penipuan dan penyalahgunaan data pribadi semakin meningkat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), transaksi e-commerce nasional meningkat sebesar 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, sebagian besar transaksi tersebut tidak tercatat secara menyeluruh di tingkat daerah.

Menurut Dunn (2018), dalam teori kebijakan publik, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengatasi policy gap atau kelangkaan kebijakan, yaitu kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan tindakan pemerintah. Ketiadaan Peraturan Daerah (Perda) terkait e-commerce mencerminkan adanya kekosongan regulasi yang perlu segera diatasi.

Meskipun Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), implementasinya dinilai belum optimal karena belum sepenuhnya menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kesiapan infrastruktur digital setiap daerah.

Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah menggunakan Model Desentralisasi Adaptif, yaitu kebijakan nasional menjadi pedoman utama, sementara pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menyesuaikan implementasinya dengan kebutuhan lokal. Model ini memungkinkan pemerintah daerah menyusun kebijakan yang mendorong pengembangan ekonomi digital, seperti memperkuat UMKM berbasis digital, meningkatkan literasi transaksi online, serta menciptakan sistem perpajakan daerah yang lebih efisien dan transparan dalam konteks e-commerce.

Sebagai alternatif kebijakan, pemerintah daerah dapat menginisiasi pembentukan Perda E-Commerce dan Perlindungan Konsumen Digital yang mengatur registrasi pelaku usaha, keamanan transaksi, hingga mekanisme pajak lokal. Selain itu, pengembangan platform e-commerce lokal dapat mendukung UMKM dan meningkatkan penerimaan pajak secara transparan. Upaya literasi digital kepada masyarakat juga menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik serta meminimalisasi praktik penipuan daring.

Dalam implementasinya, berbagai pemangku kepentingan perlu terlibat secara kolaboratif. Pemerintah daerah melalui Dinas Kominfo, Dinas Perdagangan, dan Bappeda berperan sebagai perancang dan pengawas kebijakan. Pelaku UMKM dan marketplace menjadi mitra strategis dalam penerapan regulasi. Masyarakat sebagai konsumen turut berperan dalam pengawasan partisipatif. Media lokal serta figur publik diperlukan untuk membantu sosialisasi kebijakan dan pendidikan konsumen.

Melalui kolaborasi tersebut, kebijakan e-commerce di daerah diharapkan mampu selaras dengan tren digitalisasi nasional sehingga tercipta tata kelola perdagangan digital yang lebih adil, aman, dan sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan daerah. (MIZA)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version