Samarinda, Kaltimetam.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang sebagai strategi nasional menekan stunting dan membangun sumber daya manusia unggul masih menghadapi banyak tantangan di Kalimantan Timur (Kaltim). Insiden makanan tak layak konsumsi di SMA Negeri 13 Samarinda pada Agustus 2025 menjadi pengingat bahwa persoalan mutu dan distribusi tidak boleh diabaikan.
Hingga pertengahan Agustus 2025, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sudah terbentuk 5.885 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 26 provinsi dengan 20,5 juta penerima manfaat. Namun, kondisi di Samarinda masih jauh dari ideal. Dari target 73 SPPG, baru tersedia 12 unit.
Kekurangan ini berdampak pada pengawasan dan distribusi. Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengakui laporan terkait makanan basi, berbau, hingga tercemar ulat di SMAN 13 Samarinda tidak bisa dianggap sepele.
“Insyaallah Senin atau Selasa nanti semua dapur di Samarinda akan dievaluasi. Apakah cara masaknya yang salah atau penyajiannya terlalu cepat, semua akan diperiksa,” tegasnya, Kamis (18/9/2025).
Seno menekankan evaluasi tidak berhenti pada bahan pangan semata, melainkan menyentuh tata cara penyajian hingga alur distribusi.
“Kami ingin memastikan anak-anak tidak lagi menerima makanan yang tidak layak. Harus ada standar yang sama di semua penyedia,” tambahnya.
Pihak sekolah sendiri tidak menampik adanya keluhan tersebut. Kepala SMAN 13 Samarinda, Jarnuji Umar, menyampaikan bahwa laporan telah diteruskan kepada instansi terkait.
Ia berharap evaluasi Pemprov bisa menjamin kualitas makanan bagi pelajar di masa mendatang.
Kasus ini pun membuka mata publik bahwa tanpa pengawasan yang ketat, program berskala nasional bisa tercoreng.
Padahal, MBG dirancang untuk tujuan besar, memperbaiki gizi masyarakat, mengurangi kemiskinan, serta menyiapkan generasi emas Indonesia 2045.
“Kalau kualitas makanan tidak dijaga, tujuan besar program ini bisa gagal,” pungkasnya. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id