Ruang Digital Tak Selalu Aman: Sri Puji Dorong Pengawasan Ketat dari Orang Tua

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Dunia digital yang menawarkan kemudahan dan hiburan ternyata menyimpan ancaman yang tak kalah nyata, terutama bagi anak-anak.

Di balik layar gawai yang akrab dalam kehidupan sehari-hari, tersembunyi bahaya senyap seperti perundungan siber, pelecehan daring, penyebaran konten tidak pantas, hingga eksploitasi anak dalam jaringan. Mirisnya, bahaya ini sering kali tak disadari oleh para korban maupun orang tua mereka.

Perkembangan teknologi yang pesat telah menjadikan internet sebagai bagian tak terpisahkan dari keseharian anak-anak, baik untuk belajar, bermain, hingga bersosialisasi. Namun, ruang digital yang terbuka lebar juga membawa risiko baru. Data menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak di ranah digital terus meningkat dari tahun ke tahun. Anak-anak menjadi sasaran empuk karena masih rentan dan belum memiliki kemampuan memfilter informasi maupun interaksi yang mereka temui secara daring.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti fenomena ini sebagai persoalan serius yang membutuhkan perhatian menyeluruh dari berbagai pihak, terutama orang tua. Ia menyadari bahwa kemajuan teknologi tidak dapat dihindari, namun harus diiringi dengan penguatan peran keluarga sebagai garda terdepan perlindungan anak.

“Kita tidak bisa menolak perkembangan teknologi global, kita harus mengikuti arusnya. Tapi kita juga punya tanggung jawab besar: melindungi anak-anak dari dampak negatifnya,” ujarnya.

Menurutnya, anak-anak masa kini tumbuh dalam era digital yang menuntut adaptasi dan pemahaman baru, baik dari mereka sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya. Sayangnya, banyak orang tua yang belum memiliki literasi digital yang memadai sehingga kurang memahami risiko yang mengintai di balik konten yang diakses anak-anak.

Ia menegaskan, pengawasan terhadap anak dalam penggunaan gawai dan internet tidak bisa hanya bergantung pada regulasi. Meskipun Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta lembaga seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), semua itu tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif dari keluarga.

“Undang-undang dan lembaga pengawas memang penting, tapi tidak akan cukup tanpa keterlibatan orang tua. Anak-anak membutuhkan pendampingan, bukan hanya aturan,” ujarnya.

Sri Puji juga menyoroti maraknya konten digital yang tidak layak untuk anak-anak, bahkan bisa ditemui dengan mudah di ruang publik maupun media sosial. Mulai dari iklan rokok, pakaian tidak senonoh, hingga tayangan yang mengandung kekerasan atau seksual eksplisit, semuanya bisa muncul tanpa filter.

“Gadget sekarang seperti pintu ke dunia luar yang tidak selalu ramah. Maka dari itu, kita perlu mengatur dan mendisiplinkan anak dalam penggunaannya. Disiplin itu bukan hanya kewajiban anak, tapi juga tanggung jawab kita sebagai orang dewasa,” tegas politisi dari Partai Demokrat tersebut.

Ia menambahkan bahwa lembaga penyiaran dan lembaga pengawas konten digital perlu diperkuat agar pengawasan berjalan lebih efektif. Namun, fondasi utamanya tetap pada keluarga sebagai institusi pertama dan utama dalam pendidikan anak.

“Tidak masalah anak punya akses ke televisi atau internet. Yang penting bagaimana orang tua mengatur dan membimbing mereka. Orang tua harus jadi filter pertama atas semua informasi yang masuk ke anak,” imbuhnya.

Dalam pandangannya, edukasi kepada orang tua dan literasi digital sejak dini menjadi kunci utama dalam meminimalisasi dampak negatif dunia maya. Ia juga mendorong adanya gerakan sosial dan komunitas yang peduli terhadap keselamatan anak di dunia digital.

“Teknologi bisa menjadi berkah atau ancaman, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kita perlu menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak-anak, dan itu harus dimulai dari rumah,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id