Rp13 Triliun Potensi Ekspor Kaltim Siap Digenjot, Karantina RI Fokus pada Akselerasi dan Layanan Cepat

Pelepasan Ekspor dari Pelabuhan Peti Kemas Samarinda ke India dan Cina. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Kepala Badan Karantina Indonesia, Sahat Manaor Panggabean, menegaskan komitmen pemerintah pusat untuk mempercepat akselerasi ekspor komoditi asal Kalimantan Timur (Kaltim). Hal itu disampaikannya saat menghadiri kegiatan pelepasan ekspor komoditi kayu dan produk turunan kelapa sawit (CPO) ke India dan Cina di Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Samarinda, Rabu (22/10/2025).

Menurut Sahat, selama ini banyak produk asal Kaltim yang dikirim ke Pulau Jawa untuk disertifikasi sebelum diekspor ke luar negeri. Akibatnya, data ekspor tersebut tercatat sebagai produk dari daerah lain seperti Surabaya, Semarang, atau Jakarta, bukan dari Kalimantan Timur.

“Selama ini produk dari Kalimantan Timur itu dibawa ke Jawa untuk disertifikasi, jadi tercatatnya di sana. Padahal itu komoditi kita sendiri. Saya ingin akselerasi ekspor benar-benar tercatat sebagai produk Kalimantan Timur,” tegasnya.

Sahat mengungkapkan, potensi ekspor dari Kalimantan Timur sebenarnya sangat besar. Berdasarkan data yang dihimpun, nilai komoditi asal Kaltim yang dikirim antarwilayah mencapai lebih dari Rp13 triliun setiap tahun. Namun, karena proses sertifikasi dilakukan di luar daerah, hanya sebagian kecil yang tercatat sebagai ekspor dari Kalimantan Timur.

“Ada sekitar Rp13 triliun nilai komoditi yang berasal dari Kaltim, tapi hanya sedikit yang tercatat di sini. Ini perlu kita perbaiki agar kontribusi daerah terlihat nyata,” ujarnya.

Ia pun meminta dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan seluruh pemangku kepentingan agar proses ekspor, mulai dari sertifikasi hingga pengiriman, dilakukan langsung di pelabuhan-pelabuhan Kaltim.

“Kami dari Badan Karantina akan bantu penuh. Tapi perlu dukungan dari pemerintah daerah untuk menyiapkan fasilitas dan sarana pendukungnya, supaya semua kegiatan ekspor tercatat di Kalimantan Timur,” tambahnya.

Lebih lanjut, Sahat menegaskan bahwa kegiatan ekspor tidak bisa berjalan optimal tanpa adanya sinergi antarinstansi. Ia menyebut Karantina, Bea Cukai, KSOP, Pelindo, dan pelaku usaha sebagai entitas penting yang harus bergerak dalam satu irama.

“Kalau bicara ekspor, karantina bertugas memastikan keamanan dan kesehatan produk, sedangkan bea cukai menangani aspek penerimaan negara. Ada juga KSOP dan Pelindo yang berperan di pelabuhan. Semua harus saling mendukung,” jelasnya.

Nilai ekspor yang dilepas kali ini memang belum besar, sekitar Rp2 miliar, namun Sahat menyebut kegiatan ini sebagai langkah awal dalam menggerakkan roda akselerasi ekspor Kaltim.

“Nilai Rp2 miliar memang kecil dibandingkan potensi Rp13 triliun, tapi ini simbol komitmen kita. Saya berharap ke depan 70–80 persen ekspor dari Kaltim bisa disertifikasi dan tercatat langsung di sini,” katanya.

Selain pelepasan ekspor, kegiatan di Pelabuhan Palaran juga dirangkaikan dengan penyerahan sertifikat instalasi karantina ikan kepada beberapa perusahaan di Kaltim. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat infrastruktur pendukung ekspor, terutama di sektor perikanan, peternakan, dan pertanian.

“Kami ingin perusahaan-perusahaan datang ke kantor karantina, belajar agar tempatnya ditetapkan sebagai instalasi karantina ikan, hewan, atau tumbuhan. Jadi ketika mereka mengekspor, semua prosesnya bisa langsung dilakukan,” tuturnya.

Ia menekankan pentingnya disiplin administrasi bagi para pelaku usaha. Menurutnya, kecepatan layanan karantina bergantung pada kelengkapan dokumen yang diserahkan.

“Kalau dokumennya lengkap, semua bisa selesai dalam waktu 5 sampai 6 jam. Tapi kalau tidak lengkap, pasti tertunda. Jadi saya minta pelaku usaha melengkapi semua dokumennya,” tegasnya.

Lanjut, Sahat menilai bahwa hambatan terbesar dalam akselerasi ekspor di Kalimantan Timur bukan pada kemampuan daerah, melainkan pada kurangnya komunikasi antarinstansi. Ia mengusulkan agar dilakukan pertemuan bulanan yang melibatkan semua pihak terkait, termasuk Pemerintah Daerah, KSOP, Pelindo, Bea Cukai, serta para pelaku usaha.

“Masalahnya bukan di kemampuan, tapi di komunikasi. Kalau komunikasi lancar, semua kendala bisa dipecahkan. Jadi saya minta ada rapat bulanan supaya kita tahu masalahnya di mana,” katanya.

Sahat juga menekankan perlunya membangun instalasi karantina terintegrasi berbasis one stop service di Kaltim agar semua proses ekspor dapat dilakukan di satu titik layanan.

“Saya ingin ke depan semua layanan dilakukan dalam satu tempat. Di Kaltim ini belum ada sistem yang benar-benar terintegrasi, tapi kita akan dorong untuk membangunnya,” tambahnya.

Sahat mengajak media massa dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM) untuk ikut berperan dalam mendukung akselerasi ekspor Kaltim. Ia menilai media memiliki peran penting dalam memperkenalkan potensi komoditi daerah ke pasar nasional maupun internasional.

“Teman-teman media tolong bantu melihat potensi di lapangan. Komoditi apa yang bisa diekspor, UMKM mana yang perlu kita bantu. Pemerintah siap mendukung supaya ekspor daerah makin besar,” lanjutnya.

Dengan sinergi semua pihak, Sahat optimistis Kalimantan Timur akan menjadi pusat ekspor baru Indonesia di kawasan timur.

“Semangat akselerasi ekspor ini harus dimulai dari Kaltim. Kami siap mendukung penuh agar produk-produk daerah ini bisa dikenal dunia,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version