Ribuan Siswa Bertaruh Nyawa di Jalan Juanda, DPRD Samarinda Desak Pemasangan Pelican Crossing

Kondisi Jalan Juanda Samarinda setiap pagi dan sore hari selalu ramai ribuan siswa dari tiga sekolah rawan terjadinya kecelakaan saat akan menyeberang karena tidak adanya akses yang aman. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Keresahan masyarakat atas minimnya fasilitas penyeberangan aman di kawasan sekolah akhirnya mendapat perhatian dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda. Setelah menerima laporan dari pihak sekolah dan masyarakat, Komisi III DPRD Samarinda menyoroti langsung kondisi di depan SMA Negeri 5 Samarinda, Jalan Juanda, yang setiap hari dilintasi ribuan siswa tanpa fasilitas penyeberangan memadai.

Kawasan tersebut kini menjadi salah satu titik lalu lintas paling rawan di Samarinda. Setelah jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dulu berdiri di depan sekolah dibongkar, pelajar dari SMA 5, SMA 3, dan SMP 4 Samarinda harus menyeberang langsung di jalan utama yang padat kendaraan. Arus lalu lintas dari arah simpang Antasari menuju pusat kota sangat ramai, terutama pada jam masuk dan pulang sekolah.

Tak sedikit orang tua yang terpaksa turun ke jalan, menghentikan kendaraan untuk membantu anak-anak mereka menyeberang. Namun cara itu justru memperparah kemacetan dan meningkatkan risiko kecelakaan. Kondisi ini menjadi alarm serius bagi Pemkot Samarinda agar segera bertindak.

Dari pantauan lapangan, situasi di depan SMA 5 Samarinda bisa dibilang berbahaya. Di jam sibuk pagi, kendaraan datang dari dua arah dengan kecepatan tinggi. Tidak ada zebra cross, tidak ada rambu penyeberangan, apalagi petugas lalu lintas yang berjaga secara rutin.

Wakil Kepala SMA 5 Bidang Humas, Nani Heriyani, menyampaikan bahwa pihak sekolah sudah berulang kali menyampaikan keluhan kepada pemerintah. Menurutnya, keselamatan siswa adalah hal yang paling utama.

“Kami punya lebih dari seribu siswa. Setiap hari mereka menyeberang jalan yang sangat ramai tanpa bantuan apa pun. Itu sangat berisiko. Kami tidak mau ada korban baru pemerintah bertindak,” ujarnya.

Ia menambahkan, kondisi lalu lintas di sekitar sekolah menjadi semakin padat karena keberadaan dua sekolah lain di sekitar lokasi.

“SMA 3 dan SMP 4 juga berdekatan. Jadi kalau pagi dan siang, ratusan siswa keluar bersamaan. Jalan Juanda tidak dirancang untuk menampung volume seperti ini tanpa sistem penyeberangan,” katanya.

Menanggapi persoalan tersebut, Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa keselamatan masyarakat, terutama anak sekolah, harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan transportasi kota.

“Intinya, jangan sampai kebijakan diambil tapi justru mengorbankan keselamatan masyarakat. Apalagi anak-anak sekolah. Itu yang utama,” ujarnya.

Rohim menilai bahwa permasalahan ini bukan sekadar soal pembangunan infrastruktur, tetapi juga efektivitas dan perencanaan. Ia menyinggung bahwa JPO yang dulu berdiri di depan SMA 5 justru terbengkalai dan tidak digunakan.

“Jembatan pernah dibangun, tapi faktanya tidak terpakai. Tidak terawat, dan orang lebih memilih menyeberang langsung di jalan. Jadi membangun kembali jembatan penyeberangan itu bukan pilihan bijak,” jelasnya.

Sebagai solusi, ia mendorong agar Pemkot melalui Dinas Perhubungan (Dishub) segera memasang zebra cross yang dipadukan dengan pelican crossing, yaitu sistem lampu penyeberangan otomatis yang dapat diaktifkan pejalan kaki ketika hendak melintas.

“Zebra cross pun kadang tidak efektif. Banyak pengendara yang tidak berhenti. Karena itu saya menilai solusi terbaik adalah zebra cross dengan pelican crossing, seperti di kota-kota besar. Ketika tombol ditekan, lampu merah otomatis menyala dan kendaraan berhenti. Ini sederhana, tapi sangat efektif,” terangnya.

Lebih lanjut, Rohim menekankan bahwa solusi ini tidak boleh hanya difokuskan pada SMA 5. Menurutnya, banyak sekolah lain di Samarinda yang menghadapi persoalan serupa.

“Di semua zona sekolah, lalu lintasnya padat. Anak-anak setiap hari menyeberang, tapi fasilitasnya minim. Jadi bukan hanya SMA 5, tapi semua sekolah harus difasilitasi dengan sistem yang aman,” tambahnya.

Ia juga menegaskan, sistem pelican crossing yang diusulkan tidak akan mengganggu arus lalu lintas di sekitar simpang Antasari karena penggunaannya bersifat temporer.

“Pelican crossing hanya diaktifkan pada jam-jam tertentu, misalnya saat masuk atau pulang sekolah. Jadi tidak akan bentrok dengan lampu lalu lintas utama. Teknologinya bisa disesuaikan,” katanya.

Rohim mengatakan bahwa pihaknya akan segera meminta Dishub melakukan kajian teknis untuk memastikan kelayakan sistem tersebut di lapangan.

“Kami ingin ada solusi nyata, bukan hanya wacana. Keselamatan siswa jangan dipandang sepele. Kalau bisa segera direalisasikan, ini langkah besar untuk perlindungan anak-anak di jalan raya,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version