Samarinda, Kaltimetam.id – Aktivitas truk-truk pengangkut tanah dan batu tanpa penutup bak kembali menjadi sorotan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Kendaraan bertonase besar tersebut kian marak melintas di berbagai ruas jalan kota tanpa memenuhi standar keselamatan, menyebabkan debu beterbangan, kotoran menumpuk di badan jalan, hingga membahayakan pengguna jalan lain.
Dari pantauan di lapangan, sejumlah truk material terlihat bebas melintas di Jalan M. Yamin, Jalan Letjen Suprapto, hingga kawasan Sungai Pinang. Mayoritas truk beroperasi dengan kondisi bak terbuka, bahkan muatannya menonjol melebihi tinggi bak. Material berupa tanah dan batu tampak berjatuhan ke jalan, meninggalkan jejak debu dan gundukan tanah yang membahayakan kendaraan lain.
“Kalau malam banyak lewat, suaranya bising dan tanahnya jatuh ke jalan. Kadang kena motor di belakangnya. Paginya jalanan kotor sekali,” ujar Ivan, warga sekitar Jalan Letjen Suprapto.
Fenomena ini tak hanya menimbulkan gangguan di siang hari, tetapi juga kerap terjadi pada malam hingga dini hari. Berdasarkan keterangan warga, aktivitas tersebut sengaja dilakukan untuk menghindari razia petugas dari Dinas Perhubungan (Dishub) dan aparat terkait.
“Biasanya lewat jam 11 malam ke atas. Mungkin supaya tidak ketahuan. Tapi suara mesinnya keras, dan debunya bikin susah napas,” ungkap Ivan.
Truk-truk tersebut umumnya digunakan untuk mengangkut tanah uruk dan batu dari area proyek ke lokasi pembangunan di sekitar Samarinda. Namun, lemahnya pengawasan di lapangan membuat pelanggaran terus berulang, meski sudah diatur dalam peraturan daerah.
Kewajiban menutup bak muatan sebenarnya telah diatur secara tegas dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 4 Tahun 2009 tentang Izin Angkutan Barang dan Bongkar Muat Barang di Jalan Dalam Wilayah Kota Samarinda. Dalam pasal 10 disebutkan, kendaraan pengangkut material seperti batu, kerikil, pasir, dan tanah uruk wajib menutup bak muatan dengan terpal atau penutup lain agar tidak tercecer di jalan.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Sebagian besar sopir dan pemilik kendaraan justru mengabaikan aturan tersebut. Mereka tetap beroperasi tanpa penutup muatan dan tanpa rasa tanggung jawab terhadap keselamatan pengguna jalan lainnya.
Pelaksanaan pengawasan pun dinilai tidak maksimal. Razia dan patroli yang dilakukan Dishub terkesan tidak konsisten dan lebih banyak digelar pada siang hari, sementara aktivitas truk justru meningkat pada malam hingga dini hari.
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, M. Andriansyah, menilai lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menjadi penyebab utama maraknya pelanggaran di lapangan.
“Perda sudah sangat jelas mengatur kewajiban menutup muatan. Tapi kalau Dishub dan aparat tidak menegakkan aturan, ya perda ini hanya jadi tulisan di atas kertas saja,” tegas Andriansyah saat dihubungi, Rabu (12/11/2025).
Ia meminta Dishub Kota Samarinda untuk tidak hanya melakukan razia sesekali, melainkan melakukan patroli rutin, terutama di malam hari. Menurutnya, pengawasan di waktu-waktu rawan justru menjadi kunci untuk menekan pelanggaran yang meresahkan warga.
“Banyak truk yang beroperasi malam hari untuk menghindari razia. Tapi itu bukan alasan untuk menutup mata. Dishub harus aktif turun ke lapangan. Tanah yang berjatuhan bisa bikin jalan licin, debu mengganggu pernapasan, dan bisa menimbulkan kecelakaan,” ujarnya.
Selain membahayakan pengguna jalan, aktivitas truk bermuatan berat tanpa penutup juga menimbulkan dampak serius terhadap infrastruktur kota. Jalan-jalan utama yang menjadi lintasan truk kini banyak mengalami kerusakan, seperti retak, bergelombang, dan berlubang, terutama di kawasan yang sering dilewati angkutan material.
“Truk-truk dengan tonase berat mempercepat kerusakan jalan. Kalau dibiarkan terus, biaya perbaikannya akan besar dan ditanggung pemerintah,” katanya.
Sementara itu, dampak lingkungan juga tak kalah mengkhawatirkan. Debu yang dihasilkan dari material tanah kering dapat memicu gangguan pernapasan bagi warga sekitar. Beberapa warga mengaku sering mengalami batuk dan sesak napas, terutama anak-anak dan lansia.
Melihat kondisi tersebut, DPRD Kota Samarinda berencana memanggil instansi terkait, termasuk Dinas Perhubungan, Satpol PP, dan pihak kepolisian, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan penegakan perda.
“Kami akan minta laporan langsung dari Dishub dan aparat. Tidak boleh ada pembiaran lagi. Penegakan harus berkelanjutan agar ada efek jera bagi pelanggar,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







