Pendana Utama Bom Molotov 1 September Ditangkap di Mahakam Ulu, Polisi Masih Buru Dua Buron

Polresta Samarinda kembali mengamankan satu orang aktor intelektual kasus pembuatan bom molotov buat aksi pada 1 Desember 2025 lalu. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda bersama Unit Reskrim Polsek Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, berhasil menutup satu lagi babak penting dalam kasus bom molotov yang sempat mengguncang Kota Tepian.

Seorang pria berinisial SEL alias Erik (40), yang diduga sebagai aktor intelektual di balik perencanaan bom rakitan jelang aksi unjuk rasa 1 September 2025, akhirnya ditangkap tanpa perlawanan pada Jumat (12/9/2025).

Penangkapan tersebut dilakukan setelah Tim Jatanras Polresta Samarinda memperoleh informasi akurat mengenai keberadaan Erik yang sempat melarikan diri ke pedalaman Mahakam Ulu. Berkoordinasi dengan aparat setempat, polisi kemudian menyergapnya di rumah ayah baptisnya di Kecamatan Long Bagun.

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar dalam keterangan pers menegaskan, Erik bukan sekadar pelaku biasa. Ia berperan sebagai inisiator sekaligus pendana utama dari rencana aksi peledakan bom molotov.

“Erik ini berperan sebagai inisiator sekaligus pendana. Ia merencanakan pembuatan bom molotov bersama beberapa pelaku lainnya, termasuk dua orang yang saat ini masih dalam pengejaran,” ujarnya.

Hasil penyidikan mengungkap, Erik membiayai seluruh kebutuhan perakitan. Dari pembelian bahan bakar pertalite, botol kaca bekas, kain untuk sumbu, hingga kendaraan yang digunakan untuk mendistribusikan material ke sejumlah titik. Peranannya menjadikan dirinya salah satu figur kunci dalam kasus ini.

Diketahui, Erik adalah warga Samarinda dan lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, angkatan 2005. Saat namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), ia langsung melarikan diri meninggalkan Samarinda.

Pilihan persembunyiannya jatuh ke Mahakam Ulu, tepatnya di rumah seorang ayah baptis yang dianggap aman dan jauh dari sorotan publik. Namun, langkah itu tak mampu menghindarkannya dari kejaran polisi.

“Tim gabungan dari Jatanras Polresta Samarinda, Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Kaltim, dan Polsek Long Bagun akhirnya berhasil mengamankan pelaku tanpa perlawanan,” jelasnya.

Kasus ini pertama kali terungkap pada 31 Agustus 2025. Aparat kepolisian menemukan 27 bom molotov rakitan di lingkungan kampus FKIP Prodi Sejarah Universitas Mulawarman, Jalan Banggeris, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda.

Bom-bom tersebut dipersiapkan untuk digunakan saat aksi unjuk rasa besar pada 1 September 2025 di Gedung DPRD Kalimantan Timur. Aksi itu merupakan bagian dari gelombang protes mahasiswa dan masyarakat yang menolak sejumlah kebijakan nasional.

Seiring berjalannya penyidikan, polisi bergerak cepat dan telah mengamankan enam tersangka lebih dulu: empat mahasiswa yang terlibat langsung dalam perakitan, serta dua orang perencana yang mengatur strategi lapangan. Penangkapan Erik menambah daftar tersangka menjadi tujuh orang.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, junto Pasal 137 KUHP, subsider Pasal 187 KUHP. Aturan tersebut mengatur secara tegas larangan kepemilikan bahan peledak tanpa izin, perencanaan tindak kekerasan, hingga potensi ancaman pembakaran yang membahayakan keselamatan publik.

Dengan jeratan hukum tersebut, para pelaku terancam hukuman berat, bahkan hingga pidana seumur hidup.

“Proses pemberkasan terhadap tujuh tersangka masih berjalan. Kami juga terus berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum untuk pelimpahan berkas tahap pertama,” ucapnya.

Meski berhasil mengamankan tujuh tersangka, polisi menegaskan bahwa kasus ini belum sepenuhnya rampung. Dua orang lain berinisial Y dan Z masih dalam pengejaran. Keduanya diduga kuat memiliki peran vital sebagai perencana dan pengendali aksi.

Kepolisian pun mengimbau agar kedua buron segera menyerahkan diri sebelum aparat melakukan tindakan lebih tegas.

Kasus bom molotov ini menjadi peringatan serius tentang potensi radikalisasi dan tindakan ekstrem yang menyusup dalam aksi-aksi demonstrasi. Meski unjuk rasa adalah hak konstitusional, upaya membawa bahan peledak jelas melanggar hukum dan membahayakan keselamatan banyak orang.

Dengan ditangkapnya Erik, aparat optimistis kasus ini bisa segera tuntas, sekaligus menjadi pelajaran agar aksi-aksi protes ke depan tetap berjalan damai dan tidak disusupi agenda kekerasan. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version