Pemilukada Langsung Jadi Sorotan di PDD ke-10 Bersama Abdul Giaz di Samarinda Utara

Anggota DPRD Kaltim Abdul Giaz gelar PDD yang ke 10 di Kota Samarinda. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Upaya memperkuat kualitas demokrasi di daerah kembali mendapat perhatian khusus melalui kegiatan Penguatan Demokrasi Daerah (PDD) ke-10 yang diselenggarakan oleh Anggota DPRD Kalimantan Timur, Abdul Giaz, pada Rabu, 22 Oktober 2025.

Kegiatan yang berlangsung di halaman Kecamatan Samarinda Utara ini mengangkat tema strategis “Pemilukada Langsung dan Masyarakat Sipil”, selaras dengan momentum pemilihan kepala daerah yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada tahun yang sama.

Acara yang dimulai pukul 14.00 WITA ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Alfian Noor dan Musdin, serta dipandu oleh seorang moderator. Sejak awal kegiatan, antusiasme peserta yang terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda, akademisi lokal, serta perwakilan kelompok organisasi sipil terlihat sangat kuat, menandakan tingginya perhatian warga terhadap isu demokrasi daerah.

Dalam sambutannya, Abdul Giaz menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu mekanisme demokrasi yang memberi ruang terbesar bagi rakyat untuk memilih pemimpin sesuai aspirasi mereka. Menurutnya, kualitas Pemilukada tidak hanya bergantung pada penyelenggara, tetapi juga pada tingkat partisipasi dan kesadaran politik masyarakat.

“Pemilukada langsung adalah ruang rakyat untuk menentukan arah pembangunan daerah. Namun demokrasi tidak berhenti di bilik suara. Pengawasan masyarakat sipil, kritisisme publik, dan keterlibatan aktif adalah kunci memastikan Pemilukada berjalan jujur, adil, dan bebas intervensi politik pragmatis,” ujarnya.

Ia menambahkan pentingnya membangun lingkungan politik yang sehat, terutama di tengah tantangan perkembangan teknologi informasi, maraknya hoaks, polarisasi, serta kampanye digital yang semakin masif.

Narasumber pertama, Alfian Noor, memaparkan tantangan terbesar Pemilukada 2025, yakni rendahnya literasi politik di kalangan sebagian masyarakat serta meningkatnya penyebaran informasi palsu yang dapat mempengaruhi persepsi publik.

Menurutnya, perkembangan media sosial membuat informasi terkait pemilihan tersebar begitu cepat, namun tidak semuanya memiliki keakuratan yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Kita menghadapi era di mana satu informasi bisa viral dalam hitungan menit. Jika masyarakat tidak dibekali kemampuan memilah informasi, mereka mudah terjebak dalam manipulasi opini,” jelas Alfian.

Ia menekankan pentingnya edukasi politik yang berkelanjutan sehingga masyarakat dapat menjadi pemilih cerdas serta tidak mudah terprovokasi oleh narasi-narasi yang dapat memecah belah.

Sementara itu, narasumber kedua, Musdin, menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, penyelenggara pemilu, dan kelompok masyarakat sipil dalam menciptakan Pemilukada yang kondusif. Musdin menilai bahwa partisipasi masyarakat sipil adalah fondasi utama untuk memastikan proses Pemilukada berjalan dengan transparan.

“Masyarakat sipil memiliki peran strategis sebagai pengawas, mediator, bahkan penyeimbang berbagai kepentingan politik. Tanpa keterlibatan mereka, praktik politik uang, intimidasi, dan kampanye tidak sehat lebih sulit dikendalikan,” ungkapnya.

Musdin juga mengajak peserta untuk aktif dalam gerakan edukasi pemilu di lingkungan masing-masing demi meningkatkan partisipasi pemilih, terutama generasi muda.

Sesi diskusi berlangsung sangat dinamis. Sejumlah peserta mengajukan pertanyaan mulai dari isu pencegahan politik uang, hambatan penggunaan e-voting, penguatan peran Bawaslu dan KPU di tingkat kecamatan, hingga tantangan partisipasi pemilih pemula.

Beberapa warga juga menyampaikan kritik konstruktif terhadap praktik politik yang dianggap masih rawan manipulasi, seperti pendataan DPT, distribusi undangan memilih, hingga penggunaan program bantuan pemerintah sebagai alat kampanye terselubung.

Narasumber menanggapi dengan argumentasi dan penjelasan mendalam, memberikan ruang bagi masyarakat untuk memahami persoalan Pemilukada dari perspektif regulasi maupun realitas sosial-politik di lapangan.

Kegiatan PDD ke-10 ini diharapkan tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga wadah pembentukan kesadaran kolektif masyarakat Samarinda Utara tentang pentingnya keterlibatan publik dalam proses demokrasi. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version