Mimpi yang Tak Pernah Mati Farel dan Ardinaza Menemukan Kesempatan Kedua di Sekolah Rakyat

M. Farel Aksani (kiri) dan Ardinaza Jama (kanan) berbagi kisah perjuangan mereka menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Terintegrasi ke-58 Kalimantan Timur, Samarinda. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id  – Tak semua mimpi lahir dari kemudahan. Bagi sebagian anak, seperti M. Farel Aksani dan Ardinaza Jama, kesempatan untuk kembali belajar justru hadir setelah melewati banyak kehilangan. Di saat usia sebaya mereka sibuk mengejar nilai dan cita-cita, keduanya sempat berjuang hanya untuk bisa duduk lagi di bangku sekolah.

Kisah itu berubah ketika program Sekolah Rakyat, salah satu program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, membuka pintu bagi mereka.

Di Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda, program Sekolah Rakyat saat ini telah beroperasi di tiga lokasi rintisan. Ketiganya meliputi Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kaltim, Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Samarinda, serta SMA Negeri 16 Samarinda yang menjadi lokasi penyelenggaraan Sekolah Rakyat Terintegrasi dan telah memulai kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada 30 September kemarin.

Bagi M. Farel Aksani (17), remaja asal Balikpapan, kesempatan itu menjadi awal baru. Sebelumnya, ia menempuh pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Paket C, namun harus berhenti akibat permasalahan dengan salah satu guru.

“Saya berhenti di SKB setengah tahun yang lalu karena ada masalah dengan guru, dan saya tertarik untuk melanjutkan bersekolah di Sekolah Rakyat untuk menaikkan derajat orang tua saya, karena saya mau jadi polisi,” ujarnya, Rabu (8/10/2025) usai acara Dialog Siswa Sekolah Rakyat Terintegrasi 57 dan 58 Samarinda bersama Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf.

Farel lahir dari keluarga sederhana. Kedua orang tuanya bekerja sebagai penjual gorengan keliling, dan ia merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Ia sempat berhenti sekolah selama setengah tahun akibat permasalahan dengan seorang guru di sekolah lamanya. Kini, ia kembali duduk di bangku kelas X SMA dan tinggal di asrama bersama siswa lainnya.

Keseharian Farel di asrama berjalan tertib. Setiap pagi ia bangun sebelum matahari terbit untuk melaksanakan salat subuh di mushola, lalu merapikan tempat tidur, mandi, dan bersiap untuk sarapan bersama teman-temannya.

Setelah itu, ia mengikuti kegiatan belajar yang dimulai pukul delapan pagi. Rutinitas itu dijalaninya dengan penuh kedisiplinan, sesuatu yang dulu sulit ia temukan sebelum bersekolah di Sekolah Rakyat.

Selain ketertiban kegiatan, kebutuhan dasar di asrama juga membuat Farel lebih tenang memikirkan sekolah.

“Di sini makannya teratur 3 kali sehari, kadang diselingi camilan. Di sini makannya beraneka ragam, nasi kuning, nasi goreng, ayam, telur, ikan, dan sayur. Saya bisa belajar dengan tenang di sini,” ungkapnya.

Kisah Ardinaza Jama (16) juga tak kalah menyentuh. Remaja asal Sangatta ini baru lulus SMP tahun ini dan hampir tidak melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Namun, informasi dari Kantor Desa membuka jalannya.

“Saya bisa masuk di sini berkat bantuan dari Kantor Desa. Di sini, semua fasilitas seperti tas, sepatu, dan seragam diberikan gratis,” tuturnya.

Anak pertama dari empat bersaudara ini memahami betul perjuangan keluarganya. Sang ayah bekerja serabutan, kadang menjadi penombak sawit, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Meski sederhana, Ardinaza bersyukur atas lingkungan yang ia temukan di Sekolah Rakyat.

“Saya merasa sangat nyaman sekali di sini. Teman-teman di sini sangat baik, asik, dan guru-gurunya serta pengawas asrama juga baik,” ujarnya dengan senyum malu-malu, sebelum menambahkan cita-citanya, “Cita-cita saya mau jadi pemadam kebakaran.”

Bagi Farel dan Ardinaza, Sekolah Rakyat bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang aman untuk tumbuh dan bermimpi. Di sanalah mereka menemukan ritme hidup baru: kedisiplinan, kebersamaan, dan harapan yang dulu sempat pudar.

Meski masih dalam tahap awal, pelaksanaan Sekolah Rakyat di Samarinda berjalan dengan baik. Pemerintah daerah bersama Kementerian Sosial dan Dinas Pendidikan terus memantau pembangunan fasilitas asrama, laboratorium, serta jaringan pendukung pembelajaran.

Program ini diharapkan mampu menjadi solusi nyata untuk memutus rantai kemiskinan melalui akses pendidikan yang merata dan berkualitas. Presiden Prabowo Subianto sendiri menegaskan, Sekolah Rakyat merupakan komitmen pemerintah agar setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan bermimpi.

Kini, di tengah rutinitas yang sederhana, Farel dan Ardinaza kembali menatap masa depan dengan kepala tegak. Dari asrama kecil di Samarinda, mereka belajar bahwa pendidikan bukan sekadar ruang kelas, tapi tentang kesempatan yang datang bagi mereka yang tak berhenti berusaha. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version