Mengatasi Konflik Antar Agama Melalui Dialog dan Kerjasama

Samarinda, Kaltimetam.id Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman agama yang luar biasa. Badan Pusat Statistik pada tahun 2020 menetapkan 6 agama resmi yang susah diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, serta aliran aliran kepercayaan yang sudah menyebar di Indonesia. Keberagaman agama ini seharusnya menjadi kekayaan dan kekuatan untuk Indonesia, yang selalu menghargai norma norma sikap toleran, sikap yang rukun dan rasa persaudaraan.

Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Jika kita mengingat kejadian yang terjadi pada tahun belakangan ini, kita sering mendengar bahkan menyaksikan
langsung beragam pertikaian antar umat beragama yang terjadi di
negri kita ini.

Pertikaian yang dimaksud disini ialah seperti intimidasi, dikriminasi, kekerasan sampai
membakar rumah ibadah.

Pertikaian yang terjadi ini bisa merugikan pribadi atau kelompok yang terlibat, bahkan bisa merugikan serta mengikis persatuan dan kesatuan bangsa kita.

Pertikaian atau konflik yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua adalah salah
satu contoh dari pertikaian atau konflik antaragama.

Pertikaian yang terjadi antara umat Muslim dan Nasrani ini terjadi pada 17 Juli
2005 dan konflik ini terjadi ketika jemaat Gereja Injil membakar rumah ibadah umat
Muslim yaitu Masjid pasa saat mereka ingin menjalankan Shalat Idul Fitri.

Dari pertikaian yang terjadi ini menyebabkan dua orang meninggal akibat terbakar dan ada 96 rumah umat Muslim hangus terbakar.

Pertikaian ini mendatangkan amarah dan kekhawatiran di kalangan umat Islam, dan juga rasa bersalah dan trauma di kalangan
umat Nasrani.

Pemerintah memperbaiki keadaan agar baik seperti semula dan memberikan bantuan kepada korban agar dapat menyelesaikan pertikaian ini. Contoh lain adalah konflik yang menimpa Ambon saat 19 Januari 1999. Konflik tersebut bermula karena terjadi antara agama Islam dan Kristen di Kota
Ambon, Maluku.

Permasalahan ini bermula dari konflik sederhana, yaitu dua pemuda Muslim yang memmeras kaum Kristen. Awal kejadian ini, masalah perlahan kian menjadi besar akibat berita rusak yang tersebar. Kedua kaum agama yang berbeda keyakinan ini akhirnya terbakar emosi hingga saling menyerang dan saling menghilangkan nyawa sebanyak 12 orang serta ratusan orang lainnya mengalami luka.

Permasalahan ini berlangsung selama beberapa tahun dan meluas ke daerah-daerah lain di Maluku, seperti Halmahera, Seram, dan Buru.

Konflik ini menyebabkan ribuan nyawa melayang, ratusan ribu orang mengungsi, dan puluhan ribu rumah dan tempat
ibadah hancur. Konflik ini dapat berakhir setelah pemerintah dan masyarakat sipil
melakukan upaya perdamaian, seperti Perjanjian Malino II pada 2002.

Pertikaian antar-keyakinan bisa memicu atmosfer yang mana beberapa individu
banyak melakukan perilak yang sama dengan kelompok, bahkan jika sikap tersebut bertolak belakang dengan nilai atau keyakin antar kelompok. Ini juga dapat memperdalam pembelahan dalam masyarakat. Sementara, teori realisme sosial
mengatakan bahwa kelompok-kelompok sosial sering membangun dinding sosial untuk membatasi interaksi dengan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman.

Kekerasan antar-agama dapat memperkuat dinding-dinding ini, memperdalam
pembelahan, dan menciptakan ketegangan antar-kelompok (Setia & Rahman, 2023).

Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi konflik antaragama yang
terjadi di Indonesia? Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah melalui dialog dan
kerjasama antaragama.

Dialog dan kerjasama antaragama adalah proses komunikasi dan kolaborasi yang dilakukan oleh para pemeluk agama yang berbeda, dengan tujuan untuk saling mengenal, menghormati, dan bekerja sama untuk kebaikan bersama.

Dialog dan kerjasama antaragama memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah:

1. Meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap agama lain. Dengan
dialog dan kerjasama antaragama, kita bisa belajar tentang ajaran, sejarah, tradisi, dan praktik agama lain, serta mengetahui persamaan dan perbedaan yang ada. Hal ini bisa membantu kita untuk menghargai agama lain sebagai bagian dari keberagaman yang harus dihormati, bukan sebagai ancaman yang harus ditolak.

2. Mencegah dan menyelesaikan konflik antaragama. Dengan dialog dan kerjasama
antaragama, kita bisa membangun hubungan yang baik dan harmonis dengan pemeluk agama lain, serta menyelesaikan permasalahan yang muncul secara damai dan adil. Hal ini bisa mencegah terjadinya konflik yang berakar pada ketidakpahaman, ketakutan, atau kebencian terhadap agama lain, serta
menyelesaikan konflik yang sudah terjadi dengan cara yang konstruktif dan
rekonsiliatif.

3. Membangun kerjasama untuk kepentingan bersama. Dengan dialog dan
kerjasama antaragama, kita bisa bekerja sama dengan pemeluk agama lain untuk
mencapai tujuan-tujuan yang bersifat universal, seperti kesejahteraan, keadilan,
perdamaian, dan lingkungan hidup. Hal ini bisa membuktikan bahwa agama
bukanlah faktor yang memisahkan, tetapi justru menjadi faktor yang menyatukan dan memberdayakan manusia. Dialog dan kerjasama antaragama bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Diperlukan komitmen, kesabaran, dan keterbukaan dari semua pihak yang terlibat.

Diperlukan pula dukungan dari berbagai elemen masyarakat, seperti pemerintah,
tokoh agama, media, pendidikan, organisasi masyarakat sipil, dan lain-lain. Namun,
dialog dan kerjasama antaragama adalah hal yang penting dan mendesak untuk
dilakukan, mengingat tantangan dan peluang yang dihadapi oleh Indonesia sebagai
negara multikultural dan multiagama.

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengatasi konflik antaragama yang terjadi
di Indonesia melalui dialog dan kerjasama antaragama. Mari kita tunjukkan bahwa
Indonesia adalah negara yang damai, toleran, dan harmonis, yang mampu menjaga
keberagaman agama sebagai salah satu pilar kebangsaan.

Mari kita wujudkan Indonesia yang inklusif dan beradab, yang menghormati hak dan kewajiban setiap warga negara, tanpa membedakan agama, suku, ras, atau golongan. (Juliana & Afifah)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id