Hutan Kaltim Terancam Tambang Ilegal, Dishut Tekankan Peran Pemegang Izin

aktivitas tambang ilegal yang menerobos kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian (KHDTK) Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda. (Foto: Istimewa)

Samarinda, Kaltimetam.id – Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalimantan Timur menegaskan kembali bahwa setiap pemegang izin pengelolaan hutan memiliki kewajiban mutlak untuk menjaga dan mengamankan wilayah konsesinya dari berbagai bentuk gangguan, termasuk aktivitas pertambangan ilegal yang kian marak mengancam kawasan hutan di Bumi Etam.

Kepala Dishut Kaltim, Joko Istanto, menanggapi laporan terbaru mengenai aktivitas tambang ilegal yang menerobos kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian (KHDTK) Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda.

“Kami ingin menegaskan bahwa siapa pun yang memegang izin pengelolaan hutan, baik itu HPH maupun HTI, bertanggung jawab penuh atas perlindungan dan keamanan kawasan tersebut. Jangan hanya menunggu atau sekadar melaporkan, harus ada aksi nyata di lapangan,” tegas Joko.

Menurutnya, izin pengelolaan bukan hanya memberikan hak untuk memanfaatkan sumber daya hutan, tetapi juga mewajibkan pemegangnya untuk menjaga kelestarian, mencegah kerusakan, serta melindungi kawasan dari aktivitas yang dapat merusak fungsi ekologis hutan.

Kasus penerobosan kawasan KHDTK Unmul menjadi sorotan publik setelah ditemukan adanya aktivitas tambang ilegal yang diduga kuat memasuki wilayah hutan pendidikan tersebut. Kawasan ini sejatinya berfungsi sebagai laboratorium alam bagi kegiatan riset dan pendidikan mahasiswa Fakultas Kehutanan, sekaligus sebagai kawasan konservasi.

Joko menjelaskan bahwa KHDTK Unmul merupakan kawasan yang izinnya langsung dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kepada Fakultas Kehutanan Unmul. Karena itu, tanggung jawab pengamanan berada di tangan pihak kampus, dalam hal ini dekan sebagai penanggung jawab administratif dan teknis.

“Karena izin diberikan langsung oleh Menteri kepada dekan Fakultas Kehutanan, maka merekalah yang punya kewenangan dan tanggung jawab menjaga kawasan. Tentu kami tetap mendukung dan mendampingi jika ada ancaman dari luar,” ujarnya.

Ia menambahkan, Dishut Kaltim telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Gakkum KLHK, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta lembaga perizinan, guna menindaklanjuti laporan penerobosan tersebut.

“Kita tidak tinggal diam. Tim dari Dishut, Gakkum, dan ESDM sudah turun untuk melakukan pengecekan dan penindakan di lapangan,” ungkapnya.

Lebih jauh, Joko menekankan bahwa sikap reaktif semata tidak cukup dalam menghadapi persoalan tambang ilegal. Ia mendorong para pemegang izin untuk proaktif melakukan patroli, meningkatkan pengawasan internal, serta membangun komunikasi dengan aparat penegak hukum bila menghadapi potensi ancaman.

“Tidak bisa hanya melapor dan menyerahkan semua ke pemerintah. Kalau sudah punya izin, berarti sudah punya tanggung jawab. Jangan lepas tangan,” katanya.

Joko juga menjelaskan adanya perbedaan tanggung jawab antara kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Untuk kawasan hutan produksi yang telah memiliki izin pengelolaan, seperti HPH dan HTI, pengamanan menjadi tanggung jawab pihak pemegang izin. Sementara untuk hutan lindung tanpa izin pengelolaan, seperti di beberapa wilayah Bontang, tanggung jawab penuh berada di tangan pemerintah melalui Dishut dan KLHK.

“Kita bedakan. Kalau hutan lindung, itu memang sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Tapi kalau sudah diberi izin ke perusahaan atau lembaga, maka tanggung jawab itu berpindah ke mereka,” terangnya.

Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi dengan luas kawasan hutan yang signifikan di Indonesia. Namun, ancaman terhadap kelestarian hutan semakin meningkat seiring dengan maraknya aktivitas ilegal seperti pembalakan liar dan tambang tanpa izin.

Menurut data Dishut, kasus penerobosan dan pengrusakan kawasan hutan oleh tambang ilegal cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini diperparah oleh lemahnya pengawasan di lapangan serta keterbatasan sumber daya pengamanan.

“Kita butuh sinergi. Tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Pemegang izin, pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat harus bekerja bersama,” katanya.

Ia juga mendorong adanya evaluasi berkala terhadap pemegang izin pengelolaan hutan. Perusahaan atau institusi yang dinilai tidak mampu menjalankan kewajiban perlindungan kawasan hutan harus diberi peringatan atau bahkan dicabut izinnya jika terbukti lalai.

“Evaluasi harus dilakukan terus-menerus. Kalau tidak bisa jaga kawasan, izinnya bisa kita rekomendasikan untuk dicabut. Kita tidak bisa kompromi dengan ancaman terhadap hutan,” tegasnya.

Dalam waktu dekat, Dishut Kaltim juga berencana memperkuat sistem pengawasan berbasis teknologi, termasuk penggunaan citra satelit dan patroli berbasis drone, untuk memantau kondisi hutan secara lebih efektif dan real-time.

“Kami ingin menjaga hutan bukan hanya untuk sekarang, tapi untuk generasi yang akan datang,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version