Samarinda, Kaltimetam.id – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud menyatakan ketimpangan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah masih menjadi persoalan serius.
Ia menilai kontribusi Kalimantan Timur terhadap pendapatan negara jauh lebih besar dibandingkan dana yang kembali ke daerah.
“Kalau bicara kontribusi, Kaltim ini menyetor sekitar Rp700 triliun ke pusat. Tapi dana yang kembali ke daerah hanya sekitar Rp100 triliun. Itu pun sebagian besar masuk ke kementerian dan lembaga, bukan langsung ke pemerintah daerah,” ujar Rudy saat menerima kunjungan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kaltim, Muhammad Syaibani, di ruang rapat Gubernur pada Rabu (16/4/2025).
Ia menambahkan bahwa dari total dana transfer nasional sebesar Rp3.600 triliun, hanya sekitar Rp900 triliun yang betul-betul kembali ke daerah-daerah. Sisanya, dikatakan Rudy, tetap dikelola pemerintah pusat melalui berbagai kementerian dan lembaga.
“Banyak jalan di pelosok yang rusak dan tak bisa dilewati. Masih banyak desa terisolasi, khususnya di Kutai Barat, Mahakam Ulu, bahkan di sekitar wilayah IKN,” ucapnya.
Tak hanya soal infrastruktur, Rudy juga menyoroti kondisi elektrifikasi dan partisipasi pendidikan di Kalimantan Timur. Meski PLN menyatakan rasio elektrifikasi hampir 99 persen, ia menegaskan masih ada ratusan desa yang belum mendapat akses listrik.
“Begitu juga dengan pendidikan tinggi, partisipasi kita masih rendah, hanya di angka 12 persen,” jelasnya.
Ia menyebut bahwa hambatan pembangunan bukan hanya soal anggaran, tetapi juga menyangkut kewenangan yang masih terpusat.
“Kami diminta mandiri, tapi kewenangan untuk mengelola potensi daerah belum diberikan sepenuhnya,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kanwil DJPb Kaltim, Muhammad Syaibani, menyampaikan bahwa total dana transfer ke Kaltim tahun 2024 mencapai Rp93,54 triliun. Rinciannya, Rp51,61 triliun disalurkan ke kementerian dan lembaga, sedangkan Rp42,24 triliun langsung ke pemerintah daerah.
“Jika dibandingkan tahun sebelumnya, total dana transfer tahun ini turun menjadi Rp55,41 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh harga batu bara dan fokus anggaran pusat untuk pembangunan IKN,” kata Syaibani.
Rudy juga menyoroti minimnya dana bagi hasil sawit.
“Luas izin sawit kita 1,4 juta hektare, tapi dana bagi hasil yang kita terima cuma Rp16 miliar. Ini jelas tidak adil,” tukasnya.
Menurutnya, Pemprov Kaltim akan berupaya meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi pajak kendaraan, tambang, serta perkebunan. Ia berharap pusat juga lebih adil dalam menyalurkan kembali dana yang seimbang dengan potensi dan kontribusi yang diberikan daerah. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id