Samarinda, Kaltimetam.id – Dalam menghadapi ancaman punahnya Pesut Mahakam, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, menyerukan tanggung jawab kolektif dari semua pihak yaitu pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, pelaku industri, hingga lembaga pendidikan dan lingkungan. Menurutnya, upaya pelestarian pesut tidak akan berjalan optimal jika hanya dibebankan pada satu instansi atau komunitas tertentu.
“Ini tanggung jawab bersama. Kita semua punya peran menjaga lingkungan dan melindungi ikon Kalimantan Timur ini,” tegasnya.
Ia menilai, selama ini terdapat kecenderungan saling lempar tanggung jawab, terutama ketika terjadi konflik antara kepentingan lingkungan dan industri. Padahal, menyelamatkan pesut Mahakam bukan hanya soal melestarikan hewan, tapi juga menjaga stabilitas ekosistem Sungai Mahakam, yang menjadi sumber kehidupan ribuan warga di sekitarnya.
Lebih dari sekadar simbol daerah, pesut Mahakam adalah bagian dari rantai makanan alami di Sungai Mahakam. Kehadirannya menandakan keseimbangan ekosistem air. Hilangnya pesut tidak hanya berarti kehilangan spesies, tetapi juga memberi sinyal bahwa ekosistem perairan berada dalam kondisi darurat.
“Kalau pesut hilang, itu artinya ekosistem kita sedang sakit,” ujar Sarkowi.
Ia mengusulkan adanya pendekatan baru dalam kebijakan lingkungan, di mana aspek perlindungan ekosistem menjadi bagian utama dalam perizinan tambang, transportasi, dan pengembangan wilayah di sepanjang sungai. Selain itu, ia juga mendorong peningkatan alokasi anggaran untuk program konservasi satwa dan rehabilitasi lingkungan yang rusak.
Pentingnya edukasi publik juga menjadi sorotan. Sarkowi meminta agar program pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah mulai memperkenalkan isu pelestarian pesut Mahakam dan ekosistem sungai sejak dini.
“Langkah nyata harus diambil. Edukasi harus ditanamkan dari rumah, sekolah, dan masyarakat. Jangan sampai nanti kita hanya bisa mengenang pesut Mahakam dalam buku sejarah atau logo daerah,” katanya.
Ia pun meminta perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di sepanjang Mahakam untuk terlibat langsung dalam konservasi, bukan sekadar menyumbang CSR simbolis. Bentuk keterlibatan itu bisa berupa pengurangan jam operasional tongkang, investasi teknologi rendah kebisingan, hingga pendanaan riset dan patroli sungai.
“Ini bukan sekadar proyek pemerintah atau tugas aktivis lingkungan. Ini krisis yang butuh aksi bersama,” tutupnya. (Adv/DPRDKaltim/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id