Samarinda, Kaltimetam.id – Perjalanan darat lintas provinsi yang biasanya diwarnai dentuman dangdut koplo atau tembang pop kini berubah drastis. Bus-bus yang mengangkut penumpang dari Samarinda ke Banjarmasin atau sebaliknya mendadak sunyi. Hanya deru mesin dan klakson yang menemani perjalanan panjang ratusan kilometer.
Fenomena ini muncul setelah manajemen perusahaan otobus (PO) Bintang Mas Lestari Bersaudara (BMLB), salah satu pemain besar di jalur Kalimantan, mengeluarkan surat edaran yang melarang pemutaran musik di dalam armada. Kebijakan itu resmi berlaku sejak 22 Agustus 2025 dan langsung viral di media sosial karena dianggap unik sekaligus ironis.
Dalam surat bernomor 030/BMLB/IN/VIII/2025, perusahaan menyebut seluruh kru bus dilarang memutar lagu atau musik dari sumber apapun. Baik melalui YouTube, Spotify, radio digital, bahkan USB flashdisk. Aturan itu berlaku sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Tak hanya melarang, surat edaran itu juga memberi peringatan keras yaitu jika ada kru yang nekat melanggar, maka biaya royalti yang timbul menjadi tanggung jawab pribadi, bukan perusahaan.
Langkah tersebut ditempuh demi mengantisipasi kewajiban pembayaran royalti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Aturan itu mewajibkan setiap pihak yang memutar lagu di ruang publik untuk kepentingan komersial membayar royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Sejak aturan ini diberlakukan, tidak ada musik sama sekali di dalam bus. Betul-betul mati total. Ini murni inisiatif dari perusahaan dan kru agar tidak kena masalah royalti,” jelas Petugas Terminal Bus Samarinda–Banjarmasi, Podang saat di wawancarai, Kamis (28/08/2025).
Bagi banyak orang, perjalanan bus jarak jauh identik dengan musik. Lagu dangdut koplo yang menghentak atau tembang nostalgia sering menjadi penghibur saat penumpang mulai jenuh. Bahkan, tak jarang musik justru menjadi ciri khas bus antarkota, menciptakan suasana hidup dan meriah di tengah perjalanan panjang.
Kini suasananya berbalik. Bus terasa hening. Penumpang hanya bisa mendengar deru mesin, suara angin di sela kaca, atau ban yang bergesekan dengan aspal. Bagi sebagian orang, kondisi ini membuat perjalanan terasa lebih panjang dan membosankan.
Namun bagi sebagian penumpang lainnya, hening justru dianggap membawa keuntungan yaitu bisa tidur lebih lelap atau memilih hiburan pribadi melalui Handphone.
Seorang penumpang asal Medan yang ditemui di Terminal Samarinda, Johnson mengaku tidak mempermasalahkan larangan musik tersebut.
“Kalau saya pribadi sama saja, ada musik atau tidak, tidak masalah. Yang penting perjalanan aman. Untuk mengatasi jenuh ya pakai HP, dengar musik sendiri pakai headset. Itu sudah cukup,” ujarnya.
Ia menekankan, keselamatan sopir dan penumpang jauh lebih penting ketimbang hiburan.
“Yang penting sopir sehat, konsentrasi penuh, dan penumpang sampai tujuan dengan selamat. Itu lebih utama,” tutupnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menekankan pentingnya audit pengelolaan royalti demi menjaga kepercayaan publik. Dia mengatakan pernyataan itu berdasarkan hasil rapat antara pemerintah dengan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional), hingga insan musik Tanah Air.
“Tadi telah disepakati bahwa delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN, sambil menyelesaikan Undang-Undang Hak Cipta dan dilakukan audit untuk transparansi kegiatan-kegiatan penarikan royalti yang ada selama ini,” kata Dasco.
Dasco berharap masyarakat tidak ragu untuk memutar lagu demi menjaga suasana kondusif dunia musik.
Pemerintah juga menjelaskan soal Permenkum Nomor 27 Tahun 2025 yang memperkuat struktur kelembagaan LMKN dan transparansi distribusi royalti. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id