Wali Kota Samarinda Sidak SMPN 8 Temukan Dugaan Pungutan Tak Wajar dan Janjikan Reformasi Total

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, saat meminta klarifikasi dari pihak sekolah terkait dugaan pungutan tak wajar di SMP Negeri 8 Samarinda. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Langkah Wali Kota Samarinda, Andi Harun, memasuki halaman SMP Negeri 8 Samarinda Seberang itu menandai dimulainya babak baru pembenahan sektor pendidikan di ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim). Didampingi jajaran, wali kota melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sekolah tersebut menyusul laporan masyarakat soal adanya dugaan praktik penjualan perlengkapan sekolah dan pungutan-pungutan lain yang dinilai tidak wajar.

Andi Harun menyatakan bahwa sidak ini merupakan respon langsung atas laporan warga. Selain itu, kegiatan ini juga merupakan bagian dari evaluasi berkelanjutan terhadap sistem layanan pendidikan di bawah kewenangan Pemerintah Kota Samarinda.

“Dari masyarakat dan kita turun. Tapi kita turun itu bukan cuma karena satu isu, ini bagian dari upaya pembenahan menyeluruh. Kita sudah benahi di sistem pendaftaran online (SPMB), sekarang giliran sekolah-sekolahnya kita perbaiki,” ujar Andi Harun di lokasi.

Salah satu temuan utama adalah dugaan penjualan barang-barang perlengkapan sekolah oleh koperasi dengan harga yang dianggap tidak masuk akal, termasuk di antaranya seragam berlogo sekolah dan alat penunjang lainnya.

Andi Harun menegaskan bahwa pada dasarnya koperasi sekolah boleh mengambil keuntungan, namun tidak boleh melampaui batas kewajaran. Ia pun menyoroti disparitas harga antar sekolah yang belum diatur secara baku hingga hari ini.

“Koperasi boleh untung, tapi jangan sampai memberi kesan mencari laba berlebihan. Kalau barang bisa didapatkan di luar, tidak boleh diwajibkan beli di koperasi. Tapi kalau simbol sekolah seperti logo, nama kelas, itu harus ada di baju dan harus disiapkan oleh sekolah,” jelasnya.

Terkait pembenahan, wali kota memberi waktu satu minggu kepada Dinas Pendidikan untuk melakukan audit internal dan menyusun aturan yang lebih tegas serta seragam. Aturan tersebut nantinya akan dituangkan dalam surat keputusan resmi dan disosialisasikan ke seluruh sekolah dan masyarakat.

“Saya yakin Pak Kadis bisa atur semua ini. Kalau semua diatur dan transparan, masyarakat bisa ikut awasi. Kita tidak bisa terus dibiarkan dengan sistem yang longgar seperti ini,” tegas Andi Harun.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa proses penertiban harus dilakukan dengan bijak dan tidak serta-merta menyalahkan pihak sekolah. Wali kota menekankan perlunya membedakan antara kesalahan sistem dan tindakan individu.

“Kalau ditemukan ada oknum yang terbukti mencari keuntungan pribadi dari penjualan itu, itu lain cerita. Itu masuk ranah hukum dan akan kita tindak,” katanya.

Di waktu yang sama, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPN 8, Satuna, memberikan penjelasan terkait kegiatan dan barang-barang yang sempat dipersoalkan.

Ia membenarkan adanya pelaksanaan tes psikologi pada siswa dengan melibatkan lembaga profesional, di mana siswa dikenakan biaya tertentu. Tes tersebut, menurutnya, dilakukan untuk mengidentifikasi minat, gaya belajar, dan kecerdasan emosional siswa.

“Tes dilakukan dari pagi sampai hampir jam 12 tanpa istirahat, supaya hasilnya akurat. Ada tim psikolog yang datang langsung ke sekolah dan hasilnya kita sampaikan ke guru dan orang tua,” terang Satuna.

Ia menambahkan bahwa tes psikologi bukan hal baru dan sudah dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya karena terbukti membantu mengenali siswa dengan kebutuhan khusus, seperti slow learner.

Namun, saat ditanya mengenai dasar penetapan biaya dan keterlibatan koperasi, Satuna enggan memberi penjelasan lebih jauh.

“Soal harga-harga di koperasi, saya skip dulu. Itu ranahnya koperasi, kami di bagian kurikulum hanya urus pembelajaran dan penjadwalan,” ucapnya.

Terkait penjualan seragam dan atribut sekolah, pihak sekolah menyatakan belum melakukan penjualan karena masih dalam masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Mereka memilih menunggu arahan resmi dari dinas sebelum memulai distribusi.

Kasus ini memicu perhatian luas karena menyangkut integritas sistem pendidikan dasar di Samarinda. Pemerintah Kota menegaskan akan mengambil tindakan tegas untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan siswa dan orang tua. Langkah pengaturan harga, pengawasan koperasi, hingga pembentukan regulasi yang kuat akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Marwah lembaga pendidikan kita harus dijaga. Tapi jangan pula semua kesalahan langsung kita timpakan ke sekolah. Ada sistem yang perlu kita rapikan bersama,” pungkas Andi Harun. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id