Kaltim, Kaltimetam.id – Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Seno Aji, membuka forum Focus Group Discussion (FGD) yang membahas penataan dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya di wilayah Sub-DAS Karang Mumus.
Sub-DAS atau sub-daerah aliran sungai adalah bagian dari sistem DAS yang lebih besar, dalam hal ini Sungai Mahakam, dan menjadi wilayah penting dalam pengendalian banjir di Samarinda.
Seno menyebut, FGD ini menjadi langkah awal penyusunan master plan Sub-DAS Karang Mumus untuk mengatasi persoalan banjir yang selama ini membebani Kota Tepian.
Ia menyoroti kondisi Sungai Karang Mumus yang sudah tak lagi mampu menampung debit air dari wilayah hulu, dan mengusulkan pembukaan jalur aliran baru agar luapan air tidak lagi terpusat ke pusat kota.
“Hari ini kita mulai diskusi soal Sub-DAS Karang Mumus. Bebannya sudah berat. Benanga juga dangkal sekali sekarang. Maka perlu aliran baru agar air tidak masuk kota tapi langsung ke muara melalui jalur berbeda,” kata Seno saat memberikan paparan di Ballroom Hotel Midtown Samarinda, Kamis (12/5/2025).
Ia menambahkan bahwa penataan Sub-DAS Karang Mumus tidak bisa dipisahkan dari sistem Sungai Mahakam secara keseluruhan yang membentang dari Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, hingga ke Samarinda.
Dalam waktu dekat, Seno berencana menggelar pertemuan dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV untuk membahas tambahan anggaran demi optimalisasi pengelolaan wilayah sungai Mahakam.
Dari perhitungan awal, pengerukan Waduk Benanga saja membutuhkan anggaran antara Rp70 hingga Rp80 miliar setiap tahun agar dalam waktu tiga tahun bisa kembali berfungsi maksimal.
Namun hingga kini, anggaran yang tersedia di BWS hanya sekitar Rp10 miliar per tahun, yang dinilai sangat tidak mencukupi.
“Makanya ini perlu dibicarakan bersama, termasuk apakah kita bisa alihkan efisiensi anggaran ke sektor yang lebih kritis seperti ini. Kemendagri pun sudah memberikan lampu hijau,” jelas Seno.
Lebih lanjut, ia memaparkan pentingnya pembagian tugas yang lebih terstruktur antara pemerintah pusat, provinsi, dan kota.
Menurutnya, selama ini semua pihak turut menangani area yang sama seperti Benanga, namun ke depan ia ingin peran masing-masing lebih difokuskan pada BWS untuk sungai besar, Pemkot Samarinda untuk urusan drainase, dan Pemprov Kaltim untuk sungai-sungai kecil di wilayah perkotaan.
Ia juga menyinggung potensi optimalisasi lahan seluas 20 hektare di sekitar Benanga sebagai tempat penimbunan sedimen. Lahan itu, jika difungsikan maksimal, bisa menampung sekitar 500 hingga 600 ribu meter kubik material yang dikeruk dari sungai.
Ia berharap rencana ini bisa segera dituangkan dalam kerja sama resmi antara BWS dan Pemerintah Kota Samarinda.
Isu pengalihfungsian lahan di hulu Sub-DAS Karang Mumus juga tak luput dari perhatian. Menurut Seno, hal ini akan menjadi salah satu fokus yang dibahas lebih lanjut dalam FGD. Pembukaan lahan di wilayah hulu seringkali memperparah banjir akibat meningkatnya limpasan air, dan perlu dikaji secara menyeluruh dari aspek lingkungan, sosial, maupun tata ruang.
Dengan adanya FGD ini, Pemprov Kaltim ingin memastikan bahwa penanganan banjir tidak lagi bersifat reaktif, tetapi ditangani dengan perencanaan jangka panjang, kolaboratif, dan berbasis data ilmiah.
“Yang jelas, kita ingin ikut serta secara nyata dalam pengendalian banjir di Samarinda ini,” tegasnya. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id