Samarinda, Kaltimetam.id – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono, menyoroti lambatnya pemanfaatan alur sungai sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurutnya, potensi luar biasa yang dimiliki oleh sungai-sungai di Kaltim masih belum tergarap secara maksimal, padahal bisa menjadi salah satu tulang punggung pendapatan daerah di masa depan.
Dalam keterangannya, Sapto menyampaikan bahwa selama ini pengelolaan alur sungai hanya terbatas pada wilayah yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Sementara itu, banyak potensi yang tersebar di wilayah kabupaten dan kota masih belum tersentuh sama sekali.
“Selama ini kita hanya mengelola bagian kecil dari potensi sungai yang ada, dan itu pun terbatas pada yang menjadi wewenang provinsi. Padahal, banyak peluang besar yang bisa digali dari alur sungai di daerah, terutama di wilayah kabupaten dan kota,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa perlu adanya inovasi berbasis kearifan lokal dan keberanian untuk memperjuangkan hak-hak daerah, terutama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Sapto menilai, pemanfaatan alur sungai dan wilayah pesisir laut hingga 12 mil seharusnya menjadi bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi daerah.
“Ini bukan semata persoalan teknis. Ini soal keberanian politik, soal kemandirian daerah. Kita butuh regulasi yang berpihak pada kepentingan Kaltim dan masyarakatnya,” lanjutnya.
Lebih jauh, Sapto mengungkapkan bahwa perjuangan untuk memperoleh hak pengelolaan alur sungai harus dilakukan melalui jalur legislasi nasional. Hal ini, menurutnya, harus menjadi agenda bersama antara DPRD Kaltim, Pemerintah Provinsi, dan perwakilan legislatif Kaltim di Senayan.
“Kita harus dorong agar pengelolaan alur sungai dan zona laut diserahkan ke daerah. Setelah itu baru kita bisa melakukan penataan secara menyeluruh, seperti menetapkan zonasi parkir kapal, zona labuh, dan mekanisme retribusi yang adil,” jelas Sapto.
Namun, ia mengakui bahwa upaya tersebut tidak bisa berjalan cepat karena masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Untuk itu, ia berharap ada sinergi yang kuat antara eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi, agar upaya ini bisa segera diwujudkan.
“Kalau menunggu terus, kita akan terus tertinggal. Sampai hari ini, dari sektor ini satu rupiah pun belum masuk ke kas daerah. Ini ironi, karena kita memiliki potensi yang luar biasa, tetapi tidak dikelola secara optimal,” tegasnya.
Sapto juga menyinggung bahwa upaya serupa pernah dilakukan di masa lalu, namun selalu terkendala birokrasi dan kurangnya komitmen politik. Kali ini, ia menyerukan agar semua pihak lebih serius dan berani bersikap tegas demi kepentingan rakyat Kaltim.
“Kalau cara-cara persuasif tidak berhasil, kita harus bersikap lebih berani. Ini bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk kesejahteraan rakyat. Kita harus tunjukkan bahwa kita serius memperjuangkan hak kita,” ucapnya.
Sebagai pembanding, Sapto menyebut keberhasilan Pemerintah Kota Banjarmasin dalam mengelola alur Sungai Barito. Menurutnya, pengelolaan sungai yang baik di Banjarmasin mampu mendongkrak PAD secara signifikan, sesuatu yang juga bisa diterapkan di Kaltim.
“Komisi II sudah studi banding ke Banjarmasin. Mereka berhasil menjadikan sungai sebagai sumber PAD. Kenapa kita tidak bisa? Padahal kondisi geografis kita sangat mendukung,” katanya.
Di sisi lain, Sapto mengkritisi keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 1989 yang selama ini menjadi dasar hukum pengelolaan alur sungai di Kaltim. Menurutnya, regulasi tersebut sudah sangat usang dan tidak lagi relevan dengan kebutuhan pengelolaan modern.
“Perda itu harus segera direvisi. Kita perlu aturan baru yang tidak hanya mengatur soal sungai, tetapi juga kawasan pesisir dan laut hingga 12 mil. Tanpa payung hukum yang kuat, kita tidak akan punya posisi tawar,” imbuhnya.
Ia menambahkan, jika tidak ada langkah konkret untuk merevisi regulasi dan memperjuangkan kewenangan daerah, maka potensi besar yang dimiliki Kaltim akan terus dimanfaatkan oleh pihak luar tanpa memberi manfaat berarti bagi masyarakat lokal.
“Kalau kita hanya diam, kita akan terus menjadi penonton di tanah sendiri. Ini saatnya kita ambil peran sebagai pelaku utama dalam pembangunan daerah,” tegasnya.
Terakhir, ia menyampaikan bahwa Kaltim sejatinya telah memiliki infrastruktur kelembagaan yang bisa diandalkan untuk mengelola sektor ini, seperti perusahaan daerah (Perusda) yang sudah siap menjalankan fungsi pengelolaan alur sungai secara profesional.
“Kita tinggal memperkuat regulasi dan menambahkan tugas pengelolaan alur sungai dalam lingkup kerja Perusda. Saya yakin jika dikelola dengan baik, sektor ini bisa menjadi sumber PAD yang legal, berkelanjutan, dan mempercepat kemandirian fiskal daerah,” pungkasnya. (Adv/DPRDKaltim/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id