Residivis Pecah Kaca Lintas Provinsi Terjaring di Kupang, Nyawa Melayang Gara-Gara Plafon

Konferensi Pers di Polsek Samarinda Kota terkait kasus pecah kaca. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Upaya empat pria asal Sumatera mengadu peruntungan di jalur kriminal lintas provinsi harus berakhir tragis. Aksi pecah kaca mobil yang mereka jalankan di Samarinda, Kalimantan Timur, sukses membawa kabur uang puluhan juta rupiah. Namun petualangan itu hanya sesaat.

Setelah diburu lintas pulau hingga ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sindikat ini diringkus aparat gabungan. Tragis, seorang pelaku meregang nyawa usai terjatuh dari plafon hotel ketika mencoba melarikan diri.

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar mengungkapkan, sindikat ini bukan sekadar kelompok kriminal musiman. Mereka adalah kawanan profesional yang telah berulang kali keluar masuk penjara dalam kasus serupa.

“Para pelaku ini saling kenal bukan karena keluarga, tetapi karena pernah menjalani hukuman bersama. Dari pertemuan di balik penjara itulah mereka merencanakan aksi ketika sama-sama bebas,” ujar Hendri dalam konferensi pers di Polsek Samarinda Kota, Rabu (16/07/2025).

Sindikat ini terdiri dari empat orang yaitu H, pria asal Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, yang disebut sebagai otak komplotan; SB, warga Bengkulu yang kini menetap di Yogyakarta; serta dua pria asal Curug, Bengkulu, VA dan BR. Dari catatan kepolisian, mereka telah beroperasi di sejumlah provinsi seperti Jawa Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.

Petualangan mereka bermula pada akhir Juni 2025. Tepatnya 29 Juni, komplotan ini menjejakkan kaki di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tak ingin membuang waktu, mereka langsung membeli dua sepeda motor Honda Beat dan Sonic warna hitam untuk memudahkan mobilitas. Dua hari kemudian, pada 1 Juli, rombongan ini bergerak menuju Samarinda. Di sana mereka menginap di salah satu penginapan kawasan Jalan Dahlia untuk memetakan target.

Skenario sudah disusun matang. Mereka hanya tinggal menunggu calon korban yang tepat. Hingga kesempatan itu datang pada 3 Juli. Seorang warga Samarinda baru saja menarik uang tunai Rp45 juta dari Bank Mandiri di Jalan Pulau Irian, lengkap dengan beberapa sertifikat tanah penting yang turut dibawa.

Tanpa disadari korban, dua motor pelaku sudah membuntuti sejak keluar dari area bank. Korban lalu berhenti di warung makan di depan Masjid Al Misbah, Jalan Abdul Muthalib, untuk santap siang.

Saat itulah komplotan ini beraksi. BR, yang dibonceng VA, turun tangan memecahkan kaca mobil Mitsubishi Pajero milik korban menggunakan kepala busi, alat klasik para pencuri spesialis pecah kaca. Begitu kaca pecah, pintu dibuka dan uang tunai beserta sertifikat tanah digondol hanya dalam hitungan detik.

“Cara mereka bekerja sangat cepat dan terorganisir. Modus ini sudah mereka jalankan berkali-kali di berbagai kota,” bebernya.

Sadar situasi mulai ramai, para pelaku langsung kabur menuju Balikpapan. Di sana, dua motor hasil operasi dijual untuk mendapatkan tambahan ongkos pelarian. Setelah itu mereka memesan tiket menuju Surabaya, lalu lanjut terbang ke Kupang, NTT, berharap polisi kehilangan jejak.

Namun harapan itu meleset. Tim gabungan Satreskrim Polresta Samarinda bersama Polsek Samarinda Kota sejak awal sudah bergerak cepat. Dibantu Subdit Resmob Polda NTT, polisi memanfaatkan hasil penyelidikan digital, rekaman CCTV, serta data perjalanan tiket untuk mempersempit ruang gerak para pelaku.

Puncaknya terjadi pada 6 Juli dini hari. Dua pelaku pertama, VA dan H, ditangkap saat sedang berpesta di salah satu kamar Hotel Villa de Kupang. Penangkapan berjalan mulus. Namun suasana berubah ketika polisi bergerak ke kamar lain yang dihuni SB dan BR.

“Begitu pintu diketuk, BR panik lalu nekat naik ke plafon kamar mandi untuk melarikan diri. Tapi plafon tidak kuat menahan beban tubuhnya. BR jatuh menghantam keras lantai kamar mandi,” katanya.

Petugas segera membawa BR ke RSUD Prof Dr WZ Yohanes Kupang. Namun kondisinya memburuk dan dua hari kemudian, pada 8 Juli, BR dinyatakan meninggal dunia akibat luka dalam.

Sementara SB yang satu kamar dengan BR berhasil diamankan tanpa perlawanan lebih lanjut. Selanjutnya ketiga pelaku yang selamat diterbangkan ke Samarinda untuk menjalani proses hukum.

Hasil pemeriksaan mengungkap pembagian peran yang jelas. H adalah otak sindikat, yang menyusun skenario pencurian lantaran terdesak kebutuhan ekonomi pasca bebas bersyarat. SB bertugas membeli kendaraan, memesan penginapan, memantau pergerakan korban, serta menjual motor usai aksi. VA menjadi pengendara motor Sonic, membonceng BR sang eksekutor yang memecahkan kaca dan mengambil barang berharga korban.

Polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti mulai dari pecahan kaca mobil korban, handphone pelaku, helm, pakaian yang sempat dibuang di Jalan Bhayangkara Samarinda, sisa uang hasil pencurian, hingga satu motor yang ditemukan di showroom Balikpapan.

“Kejahatan ini memang dijalankan sangat profesional. Mereka bahkan sudah menyiapkan pola kabur lintas provinsi agar sulit dilacak. Tapi berkat koordinasi lintas wilayah, semua berhasil kami gagalkan,” tegasnya.

Kini para tersangka dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP jo UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara. Polisi juga masih menelusuri kemungkinan adanya jaringan lebih besar yang berafiliasi dengan mereka.

Terakhir, Hendri mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati usai melakukan transaksi tunai dalam jumlah besar di bank.

“Kalau perlu minta pengawalan polisi, atau minimal tidak sendirian. Pelaku-pelaku seperti ini selalu mengincar orang yang lengah di tempat publik,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id