Tenggarong, Kaltimetam.id – Ratusan masyarakat adat dari berbagai organisasi di Kalimantan Timur menggelar aksi unjuk rasa di halaman Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Kutai Kartanegara, Senin (25/8/2025).
Aksi bertajuk “Masyarakat Adat Menggugat Keadilan” itu menjadi puncak keresahan warga atas dugaan intimidasi aparat hukum, kriminalisasi warga adat, serta keberpihakan kepolisian terhadap kepentingan perusahaan tambang dan perkebunan.
Dengan mengenakan ikat kepala khas adat dan membawa spanduk tuntutan, massa memenuhi halaman Mapolres Kukar sejak pagi. Mereka bersuara lantang meminta aparat hukum untuk kembali pada fungsinya sebagai pelindung masyarakat, bukan alat kepentingan korporasi.
Aksi ini dipicu oleh dugaan intimidasi aparat terhadap masyarakat adat, termasuk kasus ancaman yang menyeret nama Kapolres Kukar terhadap anggota DPD RI asal Kaltim, Yulianus Henock Samuel. Peristiwa tersebut dinilai mencederai wibawa lembaga negara sekaligus mempertegas dugaan keberpihakan aparat terhadap perusahaan.
“Kami lelah, kami stres. Setiap kali warga menuntut hak, justru yang datang bukan jawaban, melainkan intimidasi. Ada warga yang dipenjara, ada yang dipanggil polisi, bahkan ada kasus hingga kasasi di pengadilan. Baru-baru ini, 10 warga kami dipanggil polisi setelah aksi damai di kantor bupati,” ungkap Thomas, warga Lingkar HGU PT Budi Duta Agromakmur.
Thomas menegaskan, tindakan itu tidak hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga menimbulkan ketakutan yang menggerus ruang demokrasi di desa-desa.
“Kami hanya ingin hak kami diakui, bukan diintimidasi,” tambahnya.
Unjuk rasa ini bertepatan dengan pergantian pucuk pimpinan Polres Kukar dari AKBP Dody Surya Putra kepada pejabat baru. Dody sebelumnya terseret polemik akibat pernyataan yang dianggap menyinggung senator Yulianus Henock. Dalam pertemuan dengan tokoh adat, Dody bahkan diminta menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
Pergantian itu disambut positif oleh masyarakat adat. Mereka berharap pejabat baru mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian di Kukar.
“Tidak ada kepentingan pribadi di sini. Semua demi masyarakat. Semoga pemerintah dan aparat hukum bisa memfasilitasi penyelesaian konflik agar masyarakat tidak lagi menjadi korban,” ujar Syari Jaang, tokoh adat dari Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT).
Para tokoh adat juga menekankan pentingnya komitmen bersama lintas institusi. Mereka mendorong agar Kapolda Kaltim, Bupati Kukar, Kapolres baru, Dandim, Ketua Pengadilan Negeri, dan seluruh pemangku kebijakan duduk bersama menampung aspirasi warga.
“Ini bukan hanya soal konflik tanah, tapi soal keberlangsungan hidup masyarakat adat. Jangan biarkan aparat menjadi alat perusahaan. Kami minta ada komitmen nyata, bukan sekadar janji,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut, masyarakat adat menuntut penghentian praktik kriminalisasi, mulai dari intimidasi, pemanggilan sewenang-wenang, hingga proses hukum berlarut. Mereka juga meminta adanya mekanisme penyelesaian konflik agraria yang adil dan transparan, dengan melibatkan tokoh adat serta lembaga independen. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id