Ramai Klaim Deforestasi Kaltim, DLH Tegaskan Data Bukan Kewenangan Daerah

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Timur, Joko Istanto. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Munculnya beragam angka terkait luas deforestasi di Kalimantan Timur sepanjang 2024 kembali memunculkan perdebatan di ruang publik. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan menetapkan maupun merilis data resmi deforestasi di dalam kawasan hutan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Timur, Joko Istanto, menegaskan bahwa kewenangan pengelolaan data kawasan hutan telah diatur secara jelas dalam regulasi nasional.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan kehutanan, termasuk penghitungan deforestasi dan reforestasi, berada di tangan pemerintah pusat melalui kementerian terkait.

“Untuk kawasan yang berstatus hutan, pemerintah provinsi tidak punya mandat menghitung atau mengumumkan angka deforestasi. Itu sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan,” ujar Joko, Jumat (26/12/2025).

Ia menjelaskan, data deforestasi yang selama ini dijadikan rujukan resmi bersumber dari Kementerian Kehutanan, khususnya Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.

Berdasarkan data kementerian tersebut, luas deforestasi di Kalimantan Timur pada 2024 tercatat sekitar 36 ribu hektare.

Sementara itu, angka deforestasi untuk tahun 2025 belum dapat dipastikan. Joko menegaskan, proses penghitungan selalu dilakukan setelah peta tutupan lahan tahun berjalan selesai disusun dan diverifikasi, sehingga data tahun 2025 baru bisa ditetapkan pada tahun berikutnya.

“Belum ada angka resmi untuk 2025 karena basis datanya masih dalam proses pemetaan. Jadi belum bisa disimpulkan sekarang,” katanya.

Terkait beredarnya klaim lain, seperti kehilangan hutan hingga 44 ribu hektare atau angka rata-rata 19 ribu hektare per tahun yang merujuk pada data Bank Dunia, Joko menyebut perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan metodologi dan sistem pemantauan yang digunakan masing-masing lembaga.

“Setiap lembaga punya pendekatan dan periode analisis yang berbeda. Karena itu hasilnya juga bisa berbeda. Namun, untuk kepentingan pemerintahan, rujukan resmi tetap menggunakan data kementerian,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa urusan reforestasi atau penanaman kembali di dalam kawasan hutan berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.

Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui unit pelaksana teknis Kementerian Kehutanan, salah satunya Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mahakam Berau.

Sementara peran pemerintah provinsi lebih difokuskan pada pengelolaan lingkungan hidup di luar kawasan hutan, seperti wilayah perkebunan, pertambangan, Hak Guna Usaha (HGU), dan sektor usaha lainnya.

“Di luar kawasan hutan, pemerintah daerah tetap berperan bersama UPT kementerian dan perangkat daerah lain. Tapi untuk kawasan hutan, kewenangannya jelas ada di pusat,” ujarnya.

Dalam konteks pengendalian lingkungan, DLH Kalimantan Timur menjalankan fungsi evaluatif melalui skema Forest Carbon Partnership Facility (FCPF).

Peran tersebut mencakup Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), termasuk penghitungan emisi gas rumah kaca, pengelolaan sampah, serta pengendalian pencemaran lingkungan.

“DLH tidak berada pada ranah teknis kehutanan. Fokus kami pada evaluasi dampak lingkungan dan pengendalian emisi, sesuai dengan aturan yang berlaku,” pungkasnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version