Samarinda, Kaltimetam.id – Penetapan tersangka terhadap Anggota DPRD Kalimantan Timur, Kamaruddin Ibrahim, dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan beton untuk Jalan Tol Balikpapan–Samarinda, menuai respons keras dari tim penasihat hukumnya.
Mereka menyatakan bahwa kasus yang kini ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu seharusnya tidak masuk ke ranah pidana, karena berdasarkan bukti dan fakta hukum, permasalahan tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai sengketa perdata.
Ketua Tim Penasihat Hukum, Fatimah Asyari, dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (22/5/2025), menjelaskan secara rinci kronologi keterlibatan kliennya dalam proyek infrastruktur strategis tersebut. Menurut Fatimah, proyek itu dimulai jauh sebelum Kamaruddin menjadi legislator.
“Awal permasalahan terjadi pada 29 November 2016, saat PT Fortuna Aneka Sarana Triguna melakukan negosiasi dengan PT Wijaya Karya Beton Tbk untuk pengadaan beton ready mix dalam proyek pembangunan jalan tol. Nilai kontraknya mencapai Rp101,5 miliar,” ungkap Fatimah.
Seiring berjalannya waktu, PT Fortuna membutuhkan tambahan modal untuk melaksanakan kontrak besar tersebut. Maka disepakati kerja sama pembiayaan antara PT Fortuna dan salah satu anak perusahaan PT Telkom Indonesia, dengan jumlah pinjaman sebesar Rp17 miliar.
Namun realisasi dana yang dicairkan ternyata hanya sebesar Rp13,2 miliar, yang disalurkan dalam dua tahap: Rp5,5 miliar di tahap pertama, dan Rp7,7 miliar di tahap kedua.
“Dari total dana yang diterima, PT Fortuna telah mengembalikan sebesar Rp4,05 miliar kepada pihak Telkom melalui transfer bank. Dengan demikian, sisa kewajiban yang belum dilunasi tinggal Rp9,2 miliar,” jelasnya.
Untuk menyelesaikan sisa utang tersebut, pada 11 Desember 2019, kedua pihak menandatangani akta kesepakatan penyelesaian. Dalam perjanjian tersebut, PT Fortuna juga menyerahkan jaminan berupa tanah, serta membuat sejumlah dokumen hukum seperti akta pengakuan hutang, jaminan pribadi, dan kuasa untuk menjual aset.
Lebih lanjut, Fatimah menilai seluruh proses tersebut telah dilakukan secara legal dan berdasarkan asas itikad baik. Oleh karena itu, ia mempertanyakan mengapa perkara tersebut kini berubah menjadi kasus pidana korupsi yang menjerat Kamaruddin Ibrahim sebagai tersangka.
“Yang paling penting dicatat, proyek ini berlangsung antara tahun 2016 dan 2018, sedangkan Kamaruddin baru terpilih menjadi anggota DPRD Kota Balikpapan melalui Pemilu 2019. Artinya, beliau belum menjabat saat proyek itu berjalan, dan tidak ada kaitan antara jabatan politiknya dengan proyek tersebut,” tegasnya.
Namun demikian, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan Kamaruddin sebagai tersangka melalui Surat TAP-17/M.1/Fd.1/05/2025. Ia pun kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, Jakarta.
Kuasa hukum menilai bahwa penanganan kasus ini berpotensi mencederai asas keadilan hukum. Mereka menekankan bahwa keberadaan perjanjian tertulis, pengembalian dana sebagian, serta pemberian jaminan harus menjadi pertimbangan bahwa ini adalah persoalan bisnis yang bisa diselesaikan melalui mekanisme perdata.
“Ini bukan tindak pidana. Ini wanprestasi dalam hubungan bisnis. Tidak ada penyalahgunaan kewenangan, tidak ada kerugian negara yang jelas, dan ada bukti pengembalian uang serta jaminan,” ujarnya.
Kasus ini telah menyita perhatian publik, mengingat keterlibatan legislator daerah dan perusahaan pelat merah. Tim hukum berharap agar proses hukum berjalan secara adil dan objektif, serta aparat penegak hukum tidak mengabaikan fakta-fakta hukum yang ada.
“Kami akan mengajukan upaya hukum lanjutan untuk membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah. Kami percaya bahwa kebenaran pada akhirnya akan terungkap di pengadilan,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







