Polisi Bongkar Sindikat Uang Palsu di Kaltim, Rp13,3 Juta Disita dari Warga Penajam

Press Release pengungkapan peredaran uang Palsu di wilayah Polsek Loa Janan. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Kutai Kartanegara, Kaltimetam.id – Kepolisian Sektor (Polsek) Loa Janan berhasil membongkar peredaran uang palsu lintas kabupaten di Kalimantan Timur. Seorang warga Penajam Paser Utara (PPU) berinsial R (28) bersama dua rekannya, RTP dan PYP, ditangkap setelah kedapatan mengedarkan uang palsu pecahan Rp100 ribu. Dari tangan mereka, aparat menyita total barang bukti senilai Rp13,3 juta beserta sejumlah perlengkapan yang digunakan untuk melancarkan aksi.

Kasus ini bermula dari laporan seorang agen BRILink di Dusun Karya Bakti, Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara. Pada Kamis (25/9/2025) sekitar pukul 10.00 Wita, dua pria datang berboncengan dan hendak melakukan pengisian saldo aplikasi DANA sebesar Rp500 ribu. Mereka menyerahkan lima lembar uang pecahan Rp100 ribu dan satu lembar Rp10 ribu.

Tak lama setelah transaksi, istri agen BRILink curiga. Tekstur kertas dan warna uang yang diterima terasa berbeda dari biasanya. Dugaan bahwa uang tersebut palsu segera disampaikan kepada aparat kepolisian yang saat itu tengah berada di sekitar lokasi. Laporan ini menjadi titik awal pengungkapan jaringan peredaran uang palsu di Kaltim.

Tim Reserse Kriminal Polsek Loa Janan bergerak cepat. Tidak berselang lama, kedua pelaku berhasil diamankan di kilometer 26 Desa Batuah ketika sedang memperbaiki sepeda motor mereka di sebuah bengkel. Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan uang palsu senilai Rp2,2 juta di saku Rahman. Beberapa lembar bahkan dalam kondisi rusak karena sempat berusaha dibuang.

Kapolsek Loa Janan, AKP Abdillah Dalimunthe, menjelaskan, penyelidikan berlanjut hingga ke rumah Rahman di Kecamatan Petung, PPU. Di sana polisi menemukan uang palsu tambahan senilai Rp11,3 juta yang tersimpan rapi.

“Total barang bukti yang kami sita mencapai Rp13,3 juta. Selain itu, turut diamankan tiga unit ponsel, satu unit motor Honda Scoopy tanpa pelat nomor, uang tunai Rp594 ribu, dan sebuah jaket hitam yang sering dipakai pelaku saat beraksi,” ungkapnya.

Tak berhenti di situ, aparat juga berhasil meringkus rekan Rahman lainnya, PYP, beserta sisa uang palsu yang masih berada di tangannya.

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Rahman memperoleh uang palsu bukan dari percetakan ilegal, melainkan melalui sebuah aplikasi belanja daring. Ia mengaku membeli uang palsu yang dikemas dengan label “mahar uang mainan super premium” dari Surabaya.

“Saya lihat di Shopee, tulisannya mahar uang mainan premium. Saya pesan, harganya Rp102 ribu dapat Rp60 juta,” ujar Rahman dengan suara lirih.

Awalnya hanya iseng, namun melihat tampilan lembaran yang cukup menyerupai uang asli, Rahman mulai berani mengedarkannya sejak pertengahan 2024. Ia memanfaatkan celah transaksi kecil, seperti top up saldo aplikasi, pembelian bensin eceran, hingga berbelanja di warung.

“Kalau isi saldo DANA Rp500 ribu, saya kasih uang palsu. Dapat kembalian asli. Pernah juga beli bensin eceran, kasih Rp100 ribu palsu, dapat uang asli Rp70 ribu plus bensin gratis,” ungkapnya.

Rahman bahkan mengaku sebagian keuntungan dari aksinya digunakan untuk membeli narkoba.

Berdasarkan pengakuan pelaku, peredaran uang palsu ini sudah berlangsung hampir setahun dengan total mencapai lebih dari Rp45 juta. Wilayah yang menjadi sasaran meliputi Penajam, Balikpapan, Samarinda, hingga Kutai Kartanegara.

AKP Abdillah menegaskan, secara kasat mata perbedaan uang palsu itu mudah dikenali.

“Kertasnya terlalu halus, tidak ada benang pengaman, nomor serinya sama semua, dan warnanya pudar. Kalau diraba dan diterawang, langsung ketahuan palsu,” jelasnya.

Polisi mengingatkan masyarakat agar selalu waspada terhadap peredaran uang palsu. Terutama dalam transaksi tunai kecil yang sering luput dari pemeriksaan.

“Gunakan metode 3D: dilihat, diraba, dan diterawang. Jangan ragu menolak uang jika dirasa mencurigakan,” katanya.

Kini, ketiga pelaku telah mendekam di ruang tahanan Polsek Loa Janan. Mereka dijerat Pasal 36 ayat (2) dan (3) Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 245 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

“Kasus ini masih akan kami kembangkan. Ada dugaan jaringan lebih besar di balik peredaran uang ini mengingat skalanya sudah lintas kabupaten,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version