Pemangkasan Anggaran Dinilai Hambat Pembangunan, DPRD Samarinda Minta Evaluasi Kebijakan

Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 1 Tahun 2025 menuai berbagai tanggapan di daerah. Salah satu dampak yang paling disoroti adalah pemangkasan anggaran yang berimbas pada perencanaan dan pembangunan di Samarinda.

Pemerintah menyebutkan bahwa salah satu tujuan efisiensi ini adalah untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, yang menilai bahwa efisiensi justru akan mempersulit pembangunan kota.

Ia menegaskan bahwa dengan anggaran yang ada saat ini saja, pembangunan di Samarinda masih menghadapi banyak kendala. Jika anggaran daerah dikurangi lebih jauh akibat kebijakan efisiensi, maka upaya untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dan layanan publik akan semakin terhambat.

“Dengan anggaran saat ini saja, kami masih merasa kurang untuk membangun Samarinda. Jika dilakukan efisiensi, otomatis akan ada pengurangan, dan ini menyulitkan perencanaan pembangunan ke depan,” kata Samri.

Menurutnya, pemerintah daerah sangat bergantung pada dana yang dialokasikan dari pusat untuk menjalankan berbagai proyek pembangunan, seperti perbaikan jalan, fasilitas kesehatan, dan pembangunan sekolah.

“Kami memahami bahwa efisiensi bertujuan untuk optimalisasi anggaran, tetapi jangan sampai justru merugikan daerah. Jika pemangkasan terlalu besar, pembangunan yang sedang berjalan bisa terbengkalai,” tambahnya.

Salah satu kebijakan yang mendapatkan prioritas dalam anggaran efisiensi adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat, terutama anak-anak sekolah. Namun, Samri menilai bahwa program ini masih memiliki banyak kelemahan dan efektivitasnya perlu dievaluasi lebih lanjut.

“Kami bukan menolak program makan gratis, tetapi perlu dipertanyakan apakah anggaran yang dialokasikan benar-benar cukup untuk memberikan makanan bergizi? Dengan nilai Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per porsi, apakah kebutuhan gizi anak-anak dapat terpenuhi?” ujarnya.

Menurutnya, tanpa perencanaan yang matang, program ini bisa menjadi sekadar formalitas tanpa dampak nyata bagi kesehatan masyarakat.

Selain itu, ia juga menyoroti bahwa banyak mahasiswa dan pelajar justru lebih membutuhkan pendidikan gratis daripada program makan gratis.

“Mahasiswa kemarin sudah turun ke jalan dan melakukan demonstrasi di depan DPRD Kaltim. Mereka menuntut pendidikan gratis, bukan makan gratis. Ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang lebih mendesak,” ucapnya.

Samri menegaskan bahwa sektor pendidikan seharusnya mendapatkan prioritas utama dalam alokasi anggaran. Ia berpendapat bahwa dana yang dialokasikan untuk MBG sebaiknya dialihkan ke program pendidikan gratis, yang lebih memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat.

“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Jika anak-anak kita mendapatkan akses pendidikan gratis yang berkualitas, maka mereka bisa memiliki masa depan yang lebih baik. Ini jauh lebih penting dibandingkan sekadar memberikan makan gratis tanpa jaminan efektivitas,” tegasnya.

Menurutnya, jika pemerintah pusat ingin benar-benar membantu masyarakat, maka kebijakan efisiensi anggaran harus mempertimbangkan skala prioritas yang lebih jelas.

“Kami berharap pemerintah pusat dapat mengevaluasi kembali kebijakan ini. Jangan sampai program yang seharusnya membantu rakyat justru menimbulkan kontroversi dan masalah baru,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id