Samarinda, Kaltimetam.id – Keterlambatan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Timur tahun 2026 kembali menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kaltim. Mereka menilai Pemprov seharusnya tidak menunda proses yang sudah menjadi kewajiban tahunan, apalagi aturan mengenai mekanisme UMP telah diatur secara rinci dalam berbagai regulasi ketenagakerjaan.
Menurut DPRD, penetapan UMP bukan sekadar prosedur rutin, melainkan dasar bagi kepastian hak pekerja dan perencanaan biaya pelaku usaha. Keterlambatan keputusan dipandang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama bagi sektor industri dan perusahaan yang tengah menyusun rencana anggaran tahun depan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menekankan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki alasan untuk mengulur waktu, sebab landasan hukumnya sudah sangat jelas.
Formula penghitungan upah minimum juga telah tersedia sehingga proses penetapan seharusnya tinggal mengikuti ketentuan yang berlaku secara nasional.
“Regulasi mewajibkan UMP ditinjau dan ditetapkan setiap tahun. Formulanya juga sudah ada. Jadi ini sifatnya normatif, bukan soal dukungan atau tidak,” ujar Darlis, Sabtu (15/11/2025).
Ketentuan terkait UMP tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Sementara aturan teknisnya dijelaskan dalam PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Berdasarkan mekanisme ini, tren kenaikan upah minimum nasional tahun 2026 berada di kisaran 6 persen, sehingga UMP Kaltim diperkirakan tetap berada di atas Rp 4 juta.
Namun, angka pasti UMP tidak dapat digunakan sebagai acuan hingga ditetapkan melalui keputusan gubernur. Situasi inilah yang dikhawatirkan DPRD, mengingat pelaku usaha membutuhkan kepastian biaya tenaga kerja sejak awal, sedangkan pekerja menanti kepastian hak mereka agar tidak terjadi penundaan pembayaran upah.
Komisi IV menyebut telah beberapa kali mengingatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim agar proses ini tidak molor. Pihak dinas disebut memahami kewajiban tersebut dan berkomitmen mengikuti formula PP 36/2021.
Namun DPRD menegaskan bahwa komitmen tanpa penetapan konkret tetap berisiko menimbulkan masalah hubungan industrial.
Darlis juga menilai bahwa kekhawatiran pengusaha bukan pada besaran kenaikan, melainkan pada kepastian waktunya. Kenaikan UMP sudah menjadi pola tahunan sehingga perusahaan telah menyesuaikan diri. Yang mereka butuhkan hanyalah keputusan resmi agar perencanaan keuangan tidak terganggu.
Komisi IV memastikan akan terus mengawal proses ini hingga Pemprov Kaltim mengumumkan keputusan final. Jika penetapan kembali meleset dari waktu yang seharusnya, DPRD membuka opsi mengambil langkah lanjutan guna memastikan regulasi dijalankan sesuai ketentuan.
“Pengusaha pasti sudah mengantisipasi. Yang dibutuhkan hanya kepastian waktu agar mereka bisa menyesuaikan perencanaan biaya tenaga kerja,” tutup Darlis. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







