Ketupat dari Samarinda Seberang, Bertahan Lewat Dedikasi Puluhan Tahun

Anyaman ketupat siap jual. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Di tepian Sungai Mahakam, tepatnya di Kampung Ketupat Samarinda Seberang, tradisi menganyam janur menjadi ikon yang tak lekang oleh waktu. Salah satu sosok yang menjaga warisan ini adalah Nur Laila (55), perantau asal Sulawesi yang sudah lebih dari dua dekade menggeluti kerajinan ketupat.

Menurut Laila, ketupat bukan sekadar simbol kuliner, tetapi sumber penghidupan yang mampu membiayai enam anaknya dan membangun rumah. Ia mengaku, dari hasil menganyam, kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Bahkan beberapa anaknya kini turut membantu meneruskan usaha tersebut.

“Per bulan saya bisa menghasilkan hingga 16.000 ketupat, sebagian besar dikirim ke pelanggan di Petung Penajam,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).

Harga ketupat yang ia jual saat ini berada di kisaran Rp20.000 per 100 buah. Permintaan biasanya melonjak tajam di bulan Ramadan, sementara di bulan biasa, ia tetap memproduksi puluhan ribu ketupat untuk memenuhi pesanan.

Usaha ini sudah ia rintis jauh sebelum Kampung Ketupat resmi diluncurkan sebagai destinasi wisata pada 2017. Kehadiran wisatawan membawa dampak positif, terutama dari kalangan mahasiswa dan pelajar yang ingin belajar langsung proses anyaman. Pesanan khusus pun mengalir, mulai dari ketupat untuk soto Banjar hingga soto Makassar, yang memiliki bentuk dan ukuran berbeda.

Meski pandemi sempat menekan penjualan, Laila tak pernah berpikir untuk berhenti. Tantangan lain justru datang dari minimnya minat generasi muda untuk meneruskan tradisi ini.

“Tidak semua anak muda mau belajar. Tapi kami tetap berusaha mempertahankannya, karena ini bagian dari kearifan lokal,” tuturnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version