Firnanda Blak-blakan Soal Banjir Samarinda Ini Kerja Keras Pemerintah yang Mulai Terbayar

Kepala Dinas PUPR Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Kaltim, Kaltimetam.id – Kota Samarinda kini mulai bernafas lega. Banjir yang dulu menjadi langganan dan bisa berlangsung hingga berhari-hari, kini bisa surut hanya dalam hitungan jam. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kalimantan Timur (Kaltim), Aji Muhammad Fitra Firnanda, menyampaikan bahwa kondisi ini tak lepas dari langkah-langkah strategis yang dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah provinsi, kota, dan Balai Wilayah Sungai (BWS).

“Kalau dulu banjir bisa dua sampai tiga hari, sekarang hanya beberapa jam. Itu artinya penanganan kita mulai berdampak,” ujar Firnanda saat mendampingi Sekda Kaltim, Sri Wahyuni menerima audiensi aksi mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Kalimantan Timur Melawan Diam beberapa waktu lalu.

Firnanda menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama banjir di Samarinda adalah keberadaan permukiman padat di sepanjang bantaran Sungai Karang Mumus dan anak-anak sungainya, termasuk Karang Asam Kecil yang mengalir ke kawasan Juanda.

Menurutnya, apabila normalisasi bisa dilakukan secara menyeluruh dan permukiman di sekitar sungai dibersihkan, maka wilayah-wilayah yang rawan banjir seperti Juanda akan sangat terbantu.

Tahun ini, Pemprov Kaltim mengalokasikan anggaran sebesar Rp24 miliar untuk melanjutkan normalisasi sungai-sungai di wilayah Samarinda. Sejak 2019, pemprov telah menggelontorkan ratusan miliar rupiah secara bertahap melalui bantuan keuangan daerah, yang digunakan untuk mengatasi banjir, mulai dari perencanaan, pengerukan sungai, hingga pembangunan infrastruktur penunjang seperti turap.

Namun, pekerjaan rumah masih tersisa. Salah satunya adalah relokasi warga di bantaran Sungai Karang Mumus. Pemerintah telah merencanakan relokasi terhadap 92 bangunan yang berada di jalur sempadan sungai.

Firnanda mengatakan bahwa proses ini tidak semata persoalan teknis, tetapi juga sosial. Pemerintah kota bertugas menangani aspek sosial seperti relokasi, pemerintah provinsi menangani pengerjaan fisik normalisasi, dan BWS membangun turap penahan tebing. Ketiganya telah menandatangani perjanjian kerja sama agar pekerjaan di lapangan bisa berjalan selaras.

Meski progres penanganan banjir menunjukkan hasil positif, Firnanda tidak menutup mata bahwa tantangan masih besar.

Ia menegaskan bahwa banjir di Samarinda tidak hanya disebabkan oleh luapan sungai, tetapi juga oleh buruknya sistem drainase kota serta kiriman air dari hulu seperti kawasan Benanga.

Bahkan, aktivitas pembukaan lahan yang tidak terkendali turut memperparah kondisi.

“Banjir ini bukan masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan satu cara. Harus komprehensif, mulai dari pengendalian lingkungan sampai pembangunan teknis. Saya sangat setuju kalau kita semua lebih peka terhadap lingkungan,” kata Firnanda.

Ia menambahkan bahwa sejak normalisasi berjalan, durasi banjir sudah menurun drastis.

“Kalau kita lihat dari 2019 sampai sekarang, banjir kita itu sudah sangat berkurang dari sisi waktu. Dulu bisa sampai berhari-hari. Sekarang mungkin hanya hitungan jam,” ujarnya.

Pemerintah provinsi memastikan akan terus terlibat aktif dan tidak tinggal diam. Langkah-langkah lanjutan sedang dikejar, termasuk menyelesaikan hambatan sosial di titik-titik krusial agar proyek normalisasi sungai tidak terhenti.

“Yang penting kita semua bergerak bersama. Pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan kementerian tetap bahu membahu menangani ini. Kalau semua berjalan lancar, insyaallah banjir bisa kita kendalikan lebih baik ke depan,” pungkasnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version