Samarinda, Kaltimetam.id – Polemik megaproyek Teras Samarinda semakin memanas. Hingga kini, sebanyak 84 pekerja proyek belum menerima upah mereka, meskipun telah bekerja lebih dari satu tahun.
Nasib para pekerja ini masih menggantung tanpa kepastian, sementara upaya penyelesaian melalui rapat-rapat di DPRD Samarinda terus menemui jalan buntu.
Kekecewaan semakin memuncak karena dalam beberapa kali pertemuan yang digelar DPRD, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda selalu absen.
Ketidakhadirannya dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap nasib para pekerja dan ketidakhormatan terhadap lembaga legislatif.
Hal ini memicu kemarahan para anggota DPRD, terutama Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, yang dalam rapat terakhir meluapkan emosinya akibat ketidakhadiran Kepala Dinas PUPR. Ia bahkan melempar nasi kotak ke arah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PUPR Samarinda sebagai bentuk protes terhadap lambannya penyelesaian masalah ini.
“Saya marah karena sudah berulang kali rapat ini digelar, tapi tidak ada solusi konkret. Kepala Dinas PUPR tidak pernah hadir! Ini bukan hanya soal uang, tapi soal hak pekerja yang sudah satu tahun lebih menderita,” ujarnya.
Ia menilai bahwa ketidakhadiran Kepala Dinas PUPR menunjukkan sikap tidak menghormati DPRD sebagai lembaga yang sejajar dengan wali kota.
“Kalau wali kota yang memanggil, dia pasti datang. Kenapa ketika DPRD yang memanggil, dia selalu mangkir? Ini menunjukkan bahwa mereka menganggap masalah ini remeh,” lanjutnya.
Selain itu, ia juga menyoroti kebiasaan Dinas PUPR yang hanya mengirim perwakilan yang tidak bisa mengambil keputusan, sehingga rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan solusi nyata.
“Untuk apa kita melakukan rapat kalau yang hadir adalah orang-orang yang tidak memiliki wewenang? Kami bisa saja membubarkan pertemuan ini karena tidak ada gunanya,” tambahnya.
Dalam rapat tersebut, terungkap bahwa kasus keterlambatan pembayaran upah pekerja ini bukan hanya menimpa 84 orang saja.
“Dari laporan yang kami terima, masih ada puluhan pekerja lain yang juga belum menerima hak mereka. Ini ibarat fenomena gunung es, di mana yang terlihat hanya sebagian kecil dari masalah yang lebih besar,” ungkap Abdul Rohim.
Menurutnya, jika masalah ini tidak segera diselesaikan, akan ada lebih banyak lagi pekerja yang menjadi korban sistem yang buruk.
“Kami minta masalah ini segera diselesaikan. Jangan sampai semakin banyak korban. Mereka sudah bekerja keras, mengorbankan tenaga dan waktu, tapi hak mereka diabaikan begitu saja,” tegasnya.
Menanggapi kritik atas tindakannya dalam rapat, termasuk kemungkinan dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD, Abdul Rohim menegaskan bahwa dirinya tidak gentar dan siap menghadapi konsekuensi.
“Saya tahu ada yang tidak suka dengan sikap saya, bahkan ada yang ingin melaporkan saya ke Badan Kehormatan DPRD. Tapi saya tegaskan, saya tidak takut. Kalau saya harus menjadi ‘tumbal’ agar hak pekerja ini segera dibayarkan, saya siap,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam banyak kesempatan, pejabat sering menyuarakan bahwa hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat. Namun, menurutnya, kata-kata itu tidak ada artinya jika pekerja terus dibiarkan menderita tanpa kepastian pembayaran upah.
“Kita sering mendengar pejabat bicara soal keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi. Kalau memang itu benar, buktikan! Segera bayar hak pekerja!” tegasnya.
DPRD Samarinda kini semakin menekan Pemerintah Kota dan Dinas PUPR agar segera menyelesaikan permasalahan ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada solusi konkret, DPRD akan mengambil langkah lebih keras.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kalau dalam waktu dekat upah pekerja masih belum dibayarkan, kami akan mengambil tindakan tegas. Jangan sampai masalah ini terus berlarut-larut,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id