Samarinda, Kaltimetam.id – Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan tampak di Langgar Al Falah Jalan Muso Salim, Samarinda, Minggu (6/7/2025) pagi.
Puluhan warga berkumpul untuk ikut ambil bagian dalam tradisi tahunan memasak dan membagikan bubur asyura, dalam rangka memperingati 10 Muharram 1447 Hijriah.
Tradisi memasak bubur asyura ini telah diwariskan sejak zaman orang tua mereka dahulu, atau “bahari” dalam istilah warga setempat. Tiap tahun, tepat di tanggal 10 Muharram, warga setempat berbondong-bondong datang membawa rantang, baskom, hingga ember kecil untuk menampung bubur asyura yang dimasak secara gotong-royong. Tak heran jika suasana begitu hidup dan penuh canda tawa.
“Ini memang sudah turun-temurun dari orang tua kami bahari. Setiap tahun di 10 Muharram kita bikin. Tahun ini kami dapat 170 kilo beras, Alhamdulillah, cukup buat sekitar 3.000 porsi bubur asyura,” tutur Dahlia, anggota Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Langgar Al Falah.
Bersama para remaja masjid yang tergabung dalam Remaja Muso Salim (Remusa), warga bahu-membahu mengaduk bubur dalam belanga besar. Bubur asyura di sini dimasak dengan beragam bahan, mulai beras, kacang hijau, kacang tanah, jagung pipil, ubi, santan, serta bumbu rempah manis gurih. Proses memasaknya pun unik, dilakukan ramai-ramai dan bergantian.
“Yang paling besar ini kami masak 15 kilo beras. Dari setengah 9 sampai jam 10 pagi tadi, sekitar satu setengah jam lebih baru matang. Kalau sudah pecah berasnya, kental, semua bahan menyatu, berarti sudah siap,” jelasnya.
Acara memasak bubur asyura ini bukan hanya urusan kuliner semata. Bagi warga, ini adalah perekat silaturahmi antar sesama, sekaligus pengingat nilai-nilai kebersamaan. Terlebih lagi, seluruh pembiayaan kegiatan ini diperoleh dari dana Langgar Al Falah dan sumbangan sukarela masyarakat sekitar.
“Siapapun boleh ambil bubur asyura ini. Mau bawa rantang, baskom, apa saja, silakan. Kita ingin warga, remaja di sini tetap menyatu. Supaya mereka juga tahu tradisi ini punya makna penting yaitu kita berbagi dengan semua,” ujarnya.
Yang menarik, tradisi mengaduk bubur asyura bersama-sama memang sudah menjadi ciri khas yang tak terpisahkan. Warga merasa ini adalah momen berharga di mana semua orang terlibat langsung dalam proses masak, dari ibu-ibu hingga bapak-bapak.
“Memang begitu tradisinya. Kalau diaduk bersama, rasanya juga beda, ada kebahagiaan tersendiri,” imbuhnya.
Terakhir, Dahlia berharap tradisi bubur asyura ini akan terus terjaga setiap tahunnya. Bukan hanya sekadar ritual memasak dan makan bersama, tetapi juga sebagai momen mempererat silaturahmi.
“Mudah-mudahan kita sehat terus, setiap tahun bisa begini lagi, terus berbagi,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id