Solidaritas Pers Samarinda Hadapi Ancaman Doxing dan Serangan Buzzer

Diskusi antar organisasi pers Kaltim bahas fenomena doxing dan buzzer (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Kaltim, Kaltimetam.id – Fenomena doxing dan serangan buzzer terhadap jurnalis serta konten kreator di Samarinda kian mengkhawatirkan dan mengancam kebebasan berekspresi. Merespon situasi ini, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kaltim dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim menggelar diskusi bersama di Kantor PWI Kaltim pada Sabtu (17/5/2025). Forum ini menjadi ruang konsolidasi antarorganisasi pers dalam menghadapi tekanan terhadap kerja-kerja jurnalistik.

Ketua PWI Kaltim, Abdurrahman Amin, menegaskan bahwa serangan terhadap jurnalis dan media bukanlah persoalan personal semata, melainkan ancaman serius terhadap kemerdekaan pers dan demokrasi.

“Ini bukan cuma urusan PWI atau individu tertentu. Ini bentuk nyata pembungkaman. Buzzer-buzzer itu bukan produk pers. Mereka beroperasi lewat media sosial dan sering kali menggunakan cara-cara intimidatif,” ucapnya.

Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah penyebaran data pribadi pendiri Selasar.co, Achmad Ridwan, usai mengkritik praktik doxing terhadap konten kreator @kingtae.life. Tak hanya Ridwan, data pribadi istrinya juga disebarluaskan oleh akun-akun anonim. Tindakan ini, menurut Ridwan, justru membuktikan kebenaran kritiknya terhadap pola serangan digital yang dijalankan kelompok buzzer yang anti-kritik.

Sementara itu, Ketua AJI Samarinda, Yuda Almerio, menyoroti pentingnya literasi publik dalam membedakan antara produk jurnalistik yang kredibel dan konten asal jadi dari media sosial.

“Saya percaya masyarakat sudah cukup cerdas untuk menilai mana produk pers dan mana yang bukan. Produk pers melalui proses panjang, ada wawancara, konfirmasi, verifikasi, dan riset,” jelasnya.

Yuda menambahkan, tidak semua konten yang mengandung informasi dapat disebut karya jurnalistik. Menurutnya, media sosial kerap menjadi ruang berkembangnya misinformasi yang dikemas menyerupai berita, padahal tak memiliki landasan etik dan proses jurnalistik yang benar.

Diskusi ini menghasilkan sejumlah kesepakatan awal, di antaranya penguatan konsolidasi antarorganisasi pers dan dukungan terhadap korban serangan buzzer, termasuk kemungkinan menempuh jalur hukum jika ditemukan unsur pelanggaran.

“Langkah pertama adalah memperkuat solidaritas internal. Selanjutnya kita akan menelaah kasus per kasus. Jika ada pelanggaran hukum seperti penyebaran data pribadi, tentu akan kami dukung untuk dibawa ke ranah hukum,” kata Abdurrahman.

Pers Samarinda kini tengah memperkuat barisan menghadapi situasi yang tidak hanya mengancam jurnalis secara personal, tetapi juga menggerus ruang demokrasi dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang independen dan terpercaya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version