Sofyan Hasdam Buka Kartu Soal DOB dan Putusan MK DPD RI Lempar Bola Panas ke Pemerintah Pusat

Konferensi pers bersama Ketus Komite 1 DPD RI, Andi Sofyan Hasdam. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Di tengah krisis kepercayaan terhadap sistem politik dan lambannya pelayanan publik di daerah, Ketua Komite I DPD RI Andi Sofyan Hasdam menggelar konferensi pers di Samarinda, Selasa (5/8/2025) dengan membawa isu-isu strategis yang bisa menjadi titik balik, mulai dari pemisahan pemilu, pemekaran wilayah, hingga kembalinya pilkada ke tangan DPRD.

Isu-isu ini bukan sekadar wacana, tetapi bola panas yang perlahan dilempar ke arah pemerintah pusat. Di hadapan awak media, Sofyan menyuarakan keresahan daerah-daerah yang merasa terpinggirkan dari proses pembangunan nasional, terutama pasca pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kaltim.

“Kalau moratorium pemekaran dibuka, Kalimantan Timur punya hak bicara. Ada daerah-daerah yang secara administratif dan sosial sudah siap mandiri. Jangan terus ditahan-tahan,” tegas Sofyan.

Ia menyebut pemekaran bukan sekadar soal politik, tetapi menyangkut layanan dasar masyarakat. Beberapa daerah di Kaltim disebutnya mengalami ketimpangan pelayanan karena rentang kendali pemerintahan yang terlalu luas. Namun, semua itu terganjal satu hal, yakni moratorium yang belum dicabut oleh pemerintah pusat.

Dalam sesi tanya jawab, Sofyan juga menyentil hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu. Menurutnya, usulan pemisahan pemilu nasional dan daerah patut dikaji serius karena terbukti sistem serentak membuat penyelenggara kelelahan. Tapi ia mengingatkan, jangan sampai solusi itu justru menabrak konstitusi.

“Secara logika demokrasi itu baik. Tapi kalau bertentangan dengan UUD, kita harus hati-hati. Jangan menyelesaikan satu masalah dengan menciptakan masalah baru,” ujarnya.

Lebih sensitif lagi, Sofyan angkat bicara soal wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD. Baginya, opsi ini bisa saja dijalankan secara terbatas, hanya untuk daerah yang rentan terhadap praktik politik uang. Tapi ia juga menegaskan bahwa secara pribadi, ia bukan pendukung gagasan itu.

“Kalau saya pribadi, tidak mendukung pilkada kembali ke DPRD. Tapi kita realistis. Ada daerah yang demokrasi langsungnya rusak oleh uang,” katanya.

Komite I DPD RI, kata dia, kini lebih aktif membuka ruang dialog dengan kepala daerah, DPRD, hingga tokoh masyarakat yang mendorong pemekaran.

Tapi ia mengingatkan, proses pengusulan DOB tidak bisa sekadar semangat, melainkan harus didukung syarat-syarat legal dan administratif. Di antaranya ialah rekomendasi resmi kepala daerah dan DPRD induk, minimal jumlah kecamatan, serta kesiapan ekonomi dan anggaran.

“Tanpa dokumen lengkap, usulan itu akan tetap jadi tumpukan kertas,” tuturnya.

Sofyan juga menyinggung konflik batas wilayah dan penguasaan tanah di sekitar kawasan IKN. Isu ini menjadi atensi khusus Komite I karena menyangkut hak-hak masyarakat lokal yang selama ini minim dilibatkan.

“DPD siap menjadi penghubung antara suara daerah dan keputusan nasional. Kita tidak mau ada lagi yang merasa dikorbankan atas nama pembangunan,” pungkasnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id