Samarinda, Kaltimetam.id – Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur terus mematangkan pelaksanaan Sekolah Rakyat Terintegrasi, sebuah program pendidikan berbasis asrama yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Meski program ini digagas sebagai solusi menyeluruh atas akses pendidikan bagi warga miskin, pelaksanaannya di lapangan masih menemui tantangan psikologis dan sosial yang cukup serius.
Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Kaltim, Achmad Rasyidi, menyebut persoalan terbesar saat ini terletak pada kesenjangan kesiapan antara anak dan orang tua. Dalam sejumlah kasus, ditemukan anak yang semangat ingin bersekolah, namun orang tua belum memberikan izin. Sebaliknya, ada pula orang tua yang antusias, namun anak enggan bersekolah karena sistem boarding school yang mewajibkan mereka tinggal di asrama.
“Anak-anak terutama di jenjang SD belum terbiasa berpisah dari orang tuanya. Mereka merasa takut, cemas, dan bahkan menolak. Sementara itu, ada juga orang tua yang takut melepas anaknya, khawatir tidak terpantau atau takut anaknya tidak betah,” ujarnya.
Program Sekolah Rakyat merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang bertujuan memberikan akses pendidikan gratis, termasuk fasilitas tempat tinggal dan makan, kepada anak-anak dari keluarga miskin kategori desil 1 dan 2, atau dua lapisan ekonomi terbawah dalam sistem pengukuran kemiskinan nasional.
Tidak hanya sekadar sekolah, program ini dirancang sebagai sistem pendidikan terintegrasi, yang menggabungkan pendidikan formal, karakter, dan pengasuhan yang intensif. Anak-anak akan tinggal di asrama dengan lingkungan yang dirancang kondusif untuk tumbuh kembang mereka secara akademik maupun psikososial.
Namun, karena mayoritas anak berasal dari lingkungan yang sangat terbatas, sistem sekolah berasrama justru memunculkan kecemasan baru. Bagi mereka, tinggal jauh dari keluarga adalah hal asing yang tidak mudah diterima tanpa proses transisi yang tepat.
Diketahui ada tiga lokasi Sekolah Rakyat Terintegrasi di Samarinda diantaranya Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), SMAN 16 Samarinda.
“Untuk yang di BPMP itu dua kelas SMP dan dua kelas SMA. Di BLKI dua kelas SD, satu kelas SMP, satu kelas SMA. Kemudian di SMAN 16 Samarinda dua kelas SD dan satu kelas SMA,” bebernya.
“Total kapasitas yang disiapkan cukup untuk menampung ratusan anak dari keluarga miskin. Kami prioritaskan mereka yang benar-benar tidak punya akses ke pendidikan formal, baik karena alasan ekonomi, jarak, maupun situasi keluarga,” tambahnya.
Untuk memastikan bahwa penerima program benar-benar berasal dari keluarga prasejahtera, Dinsos Kaltim bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melakukan verifikasi dan pendataan di lapangan. Pendataan ini juga mencakup keluarga miskin yang belum terdaftar secara resmi dalam basis data kesejahteraan sosial nasional.
“Banyak keluarga yang sebenarnya miskin, tapi belum terdata. Kami lakukan pemutakhiran di lapangan agar mereka bisa dimasukkan ke sistem dan mendapat haknya,” tegas Rasyidi.
Selain itu, program ini didukung oleh Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang berperan aktif dalam menjembatani proses adaptasi antara anak, keluarga, dan sistem sekolah. Pendamping PKH tidak hanya bertugas mendatangi calon siswa secara rutin, tapi juga akan ditempatkan sebagai wali asuh di lingkungan sekolah rakyat.
“Pendamping ini sangat penting karena mereka sudah kenal keluarga, kenal anak-anaknya. Beberapa dari mereka bahkan akan tinggal di lingkungan sekolah, agar anak-anak punya figur orang tua selama masa adaptasi,” katanya.
Dinsos Kaltim menargetkan program Sekolah Rakyat bisa mulai berjalan pada Agustus 2025. Namun, pelaksanaannya masih bergantung pada kesiapan infrastruktur, seperti pembangunan asrama, ruang belajar, fasilitas makan, serta ketersediaan guru dan tenaga pengasuh.
“Kami tetap upayakan Agustus bisa mulai. Tapi kalau sarana belum siap, kita tunda sedikit agar semua berjalan lancar. Anak-anak tidak boleh dibawa masuk dalam kondisi yang belum matang,” ujar Rasyidi.
Ia juga menekankan bahwa keberhasilan program ini tidak hanya dilihat dari jumlah siswa yang masuk, tetapi juga dari sejauh mana mereka bisa bertahan, berkembang, dan menyelesaikan pendidikan hingga lulus.
Jika berhasil, Sekolah Rakyat Terintegrasi di Kaltim berpotensi menjadi model nasional dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan. Program ini tidak hanya menawarkan ruang belajar, tapi juga perlindungan, pengasuhan, dan pembinaan karakter bagi anak-anak dari keluarga termiskin.
Pemerintah daerah berharap, ke depan tidak ada lagi anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Sekolah Rakyat diharapkan menjadi jembatan harapan menuju masa depan yang lebih baik bagi mereka yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan konvensional.
“Kami tidak hanya membangun sekolah, tapi membangun masa depan. Dan masa depan anak-anak dari keluarga miskin tidak boleh dikorbankan hanya karena mereka tidak mampu,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id