Samarinda Dikepung Banjir, DPRD Soroti Tata Ruang dan Kerusakan Lingkungan

Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, M. Andriyansyah. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Hujan deras yang mengguyur Kota Samarinda dalam beberapa pekan terakhir kembali menimbulkan genangan di berbagai titik. Banjir bukan lagi hal baru bagi warga kota ini, melainkan fenomena berulang yang semakin sulit dihindari. Tahun berganti, namun tanya yang sama terus mengemuka yaitu kapan Samarinda benar-benar bebas dari banjir?

Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, M. Andriyansyah menyoroti bahwa bencana banjir yang terus melanda tidak bisa dilepaskan dari kerusakan lingkungan dan buruknya tata kelola ruang kota.

“Banjir bukan hanya karena hujan. Itu hanya pemicu. Akar masalahnya lebih dalam: lingkungan kita sudah rusak, dan tata ruangnya amburadul,” ujarnya.

Ia menilai bahwa pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip ekologis telah mengubah wajah Samarinda menjadi kota yang rapuh terhadap bencana. Kawasan resapan air yang seharusnya dilindungi justru berubah menjadi area pemukiman, pusat perbelanjaan, hingga proyek properti besar. Akibatnya, air hujan tidak lagi memiliki tempat untuk meresap, melainkan langsung mengalir ke permukaan dan memenuhi jalanan kota.

“Alam itu punya hukum sendiri. Air dari atas akan turun ke bawah, dan pohon berfungsi menyerapnya. Kalau pohonnya hilang, kalau tanahnya ditutup beton, ya banjir pasti datang,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti lemahnya pengawasan terhadap sektor pertambangan. Banyak perusahaan tambang, menurutnya, hanya memikirkan keuntungan jangka pendek tanpa mempedulikan dampak lingkungan. Lubang-lubang bekas tambang yang menganga dibiarkan begitu saja tanpa upaya reklamasi, menjadikan lahan bekas tambang sebagai bom waktu bagi bencana ekologis.

“Habis nambang, banyak perusahaan kabur. Lubangnya ditinggal begitu saja. Saat hujan, air tergenang dan bisa meluber ke mana-mana. Itu kejahatan lingkungan, dan kita tidak boleh diam,” tegasnya.

Samarinda sendiri dikenal sebagai salah satu kota di Indonesia dengan jumlah titik banjir terbanyak. Data dari BPBD menyebutkan bahwa dalam satu kali hujan lebat, bisa tercatat puluhan titik genangan yang tersebar di hampir seluruh kecamatan. Beberapa wilayah langganan banjir antara lain Jalan DI Panjaitan, Sempaja, Bengkuring, hingga Loa Bakung.

Meski pemerintah kota telah membangun drainase dan kanal tambahan, namun langkah ini dinilai belum menyentuh akar persoalan. Masalah utamanya tetap pada hilangnya daya dukung lingkungan.

Andriyansyah mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi total terhadap kebijakan tata ruang. Ia juga meminta agar kawasan-kawasan lindung dan daerah resapan air diberi perlindungan ketat, serta dilakukan pemulihan secara menyeluruh. Menurutnya, pembangunan kota harus berjalan seiring dengan perlindungan terhadap lingkungan, bukan justru mengorbankannya.

“Pembangunan itu penting, tapi jangan membabi buta. Samarinda ini masih luas, banyak ruang yang bisa dimanfaatkan dengan perencanaan yang tepat. Jangan serobot daerah resapan demi proyek jangka pendek,” katanya.

Di sisi lain, ia juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Ia menekankan bahwa kesadaran kolektif diperlukan untuk menyelamatkan kota dari bencana yang lebih besar di masa depan.

“Ini bukan semata tugas pemerintah. Kita semua punya tanggung jawab. Mulai dari tidak membuang sampah sembarangan, menanam pohon, sampai berani melaporkan pelanggaran lingkungan,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id